OBITUARI



OBITUARI
            : istri tercinta

Bibir membiru wajah pucat pasi
tiada helaian nafas tiada denyut nadi
kau pun pergi…
inilah akhir kisah
sampai maut memisahkan kita
belum cukup sepuluh tahun kebersamaan kita
belum sempat kau saksikan anak-anak kita tumbuh dewasa
sayang… janji kita
‘tuk menua bersama
sampai kulit keriput di usia renta kita
semua berakhir di sore itu

seandainya maut bersedia menunda
seandainya maut memberi isyarat ketika akan tiba
‘kan kuberikan waktu terbaik untukmu
tak akan kulepas pelukku
seperti permintaan terakhirmu
tapi maut datang terburu-buru
menyelinap diam-diam menjemput ruhmu
meninggalkan jasadmu yang diam membeku

kau tak sempat titip rindu
buat aku dan anak-anakmu
tangisku pecah
air mataku tercurah
awan kelabu melepas kepergianmu
kini dan nanti aku meratapi malam-malam sendiri
sepi dan hampa menusuk hati

pagi itu kulepas jasadmu
seratus lima puluh senti dalam tanah
tanah liat berwarna jingga
berkain kafan putih tanpa jahitan
tertulis namamu di nisan dari kayu
semoga liang lahat ini
menjadi taman surga untukmu
aku hanya bisa berbisik lirih
sayang… semoga kau sabar menantiku
di akhir waktuku.

Medan, 16 Desember 2013


OBITUARI


 Fadil Abidin
menikah dengan
Priatik
di
Medan, 1 Agustus 2004

berpisah karena maut memisahkan
16 Desember 2013


*****************

Priatik binti Sunardi
Lahir  : Medan, 2 Februari 1977
Wafat : Medan, 16 Desember 2013


‘Selfie’ Kata Terpopuler Tahun 2013



‘Selfie’ Kata Terpopuler Tahun 2013
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 28 Desember 2013

Selfie merupakan singkatan dari “self-potrait”, sedangkan www.urbandictionary.com baru mendefinisikan selfie sekitar Oktober 2012, dengan terjemahan bebasnya: sebuah potret yang diambil sendiri, dan diniatkan untuk diunggah ke Facebook, Twitter, Instagram, My Space, Path, Pinterest, atau berbagai media jejaring sosial lainnya.

Mengamputasi Kewenangan MK dalam Sengketa Pilkada



Mengamputasi Kewenangan MK dalam Sengketa Pilkada
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 16 Oktober 2013

Negara Indonesia tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi  (Constitutional Court). Pasal 24C UUD 1945menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga negara yang mempunyai kedudukan setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Mahkamah Agung (MA), dan yang terakhir terbentuk yaitu Komisi Yudisial (KY). 

Mahkamah Konstitusi dalam Pusaran Korupsi



Mahkamah Konstitusi dalam Pusaran Korupsi
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 4 Oktober 2013

Saatnya bangsa ini menaikkan bendera setengah tiang, Mahkamah Konstitusi (MK) yang selama ini dianggap sebagai lembaga negara yang bersih, kini pun terseret dalam pusaran korupsi. Ketua MK, Akil Mochtar, terjerat operasi tangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ketika menerima suap terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Akil ditangkap di kediamannya di Perumahan Menteri Jalan Widya Chandra sekitar pukul 22.00 WIB (2/10/2013) bersama barang bukti uang suap sekitar Rp 2-3 miliar.

Fenomena ‘Vickinisasi’ dan Kekacauan Bahasa Kita



Fenomena ‘Vickinisasi dan Kekacauan Bahasa Kita
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 23 September 2013

            Pada suatu waktu, saya pernah mengalami kebingungan memahami sebuah cuplikan wawancara dalam tayangan infotainment. Coba saja anda simak dan kaji apa maksud kata-kata berikut: “Usiaku saat ini, twenty nine my age yaa. Tapi aku tetap merindukan apresiasi, karena basicly saya seneng musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menunjukkan pada konspirasi kemakmuran yang kita pilih yaa. Nggak, kita belajar, apa yaa. Harmonisisasi dari hal yang terkecil sampai yang terbesar. Kupikir kita gak boleh egois terhadap satu kepentingan dan kudeta terhadap apa yang menjadi kita keinginan. Dengan adanya hubungan ini bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia. Tapi menjadi confident. Tapi tetep bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga.”

Menyoal Implementasi Pidana Kerja Sosial



Menyoal Implementasi Pidana Kerja Sosial
Oleh : Fadil Abidin

Salah satu pemicu kerusuhan berujung kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta, Medan beberapa waktu lalu adalah kapasitas narapidana yang berlebihan. Berdasarkan laporan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), jumlah hunian di Lapas Tanjung Gusta per 11 Juli 2013 adalah 2600 orang, terdiri dari 2594 orang napi dan 6 orang tahanan. Jumlah itu melebihi kuota sampai 247 persen, dari kapasitas maksimal lapas yang seharusnya hanya 1054 orang.

Mengapa Durasi Puasa Berbeda-beda?



Mengapa Durasi Puasa Berbeda-beda?
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 25 Juli 2013

            Anak saya baru berusia 8 tahun, dan ini merupakan tahun keduanya menjalani puasa di bulan Ramadan. Sehabis mandi sore, ia mempunyai kebiasaan menonton televisi sambil menunggu berbuka. Sekitar jam 17.55 WIB, terdengar azan yang menandakan wilayah Jakarta dan sekitarnya sudah berbuka puasa. Tiba-tiba anak saya bertanya, ”Ayah, mengapa Jakarta waktu berbuka puasanya duluan dari Medan, padahal kalau imsak waktunya hampir bersamaan?”

Talk Show vs ‘Tolol Show’



Talk Show vs ‘Tolol Show’
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 3 Juli 213

            Beberapa hari ini, media-media sosial ramai memperbincangkan insiden yang terjadi pada sebuah acara talk show Apa Kabar Indonesia Pagi TVOne, Jumat (28/6). Saat itu, juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman terpancing emosi dan menyiram wajah sosiolog Prof. Tamrin Tomagola yang juga Guru Besar Universitas Indonesia dengan secangkir teh manis. Topik diskusi tentang operasionalisasi hiburan malam selama Ramadan pun seketika langsung dihentikan setelah insiden itu.

Guru Bukan Lagi ‘Oemar Bakri’



Guru Bukan Lagi ‘Oemar Bakri’
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di OPINI Harian Analisa Medan, 28 Juni 2013

            Menjadi guru bagi saya mungkin suatu ‘kecelakaan’ sejarah. Dulu saya ingin menjadi pengacara, gara-gara kebanyakan menonton kiprah pengacara di televisi yang banyak membela koruptor (yang bayarannya pasti ratusan juta rupiah setiap membela klien), makanya saya kuliah di Fakultas Hukum USU. Tapi setelah tiga semester kuliah, rasanya saya ‘tidak cocok’ kuliah di fakultas hukum, drop out pun jadi pilihan.