Mempertahankan Prestasi
Emas di Olimpiade
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat dalam kolom OPINI
di Harian Analisa Medan, 31 Juli 2012
Olimpiade
London 2012,
bertepatan dengan bulan Ramadan, 27
Juli-12 Agustus 2012. Sehingga harus dimaklumi, sebagian
besar atlet Indonesia yang berlaga di London memilih untuk tidak berpuasa. Langkah
ini diambil guna mencapai tingkat kebugaran optimal.
Pebulutangkis senior Indonesia, Taufik Hidayat, misalnya, tidak
memungkiri, sulit mencapai kebugaran ideal bila harus menjalankan puasa. Karenanya, dia
meminta, tidak perlu mempersoalkan jika atlet yang akan bertanding di London
tidak berpuasa. Demi membela kehormatan bangsa dan negara, mereka
rela berkorban. Kita semua juga harus berdoa, agar perjuangan mereka mencapai hasil yang maksimal.
Tapi ada hal yang patut disayangkan. Garuda
Indonesia sebagai maskapai penerbangan nasional dikabarkan enggan menjadi
sponsor dan mengangkut kontingen Indonesia ke Olimpiade London. Sikap ini bertentangan
dengan semangat nasionalisme yang harusnya diutamakan Garuda Indonesia sebagai
BUMN. Kontingen Indonesia akan menggunakan Qatar Airways. Tidak sudi menjadi
sponsor dan mengangkut kontingen Indonesia, ironisnya Garuda Indonesia malah merasa
bangga karena menjadi sponsor klub Liverpool.
Untuk
sejenak lupakan faktor-faktor non-teknis tersebut, karena yang dibutuhkan para
atlet adalah dukungan semua pihak, baik dukungan moril maupun materil.
Kebijakan pemerintah yang akan memberi hadiah Rp 1 miliar kepada atlet peraih
medali emas, merupakan salah satu wujud dukungan tersebut. Kalau bisa hadiah
tersebut harus ditambah dari perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta.
Para
atlet merupakan duta negara yang berjuang demi kehormatan bangsa. Mereka ibarat
pejuang yang siap bersimbah keringat, air mata bahkan darah sekalipun demi
tegak dan berkibarnya sang Merah Putih serta bergaungnya Indonesia Raya.
Masih
terekam di pelupuk mata, ketika di Olimpiade Barcelona 1992, ketika Susi
Susanti berjuang di final bulutangkis tunggal putri. Setiap langkah, setiap
pukulan raket, melompat, dan jatuh bangunnya ia, seketika itu pula nafas dan
jantung kita pun ikut berdegup. Seolah-olah kita juga ikut bermain di dalamnya.
Dan ketika poin terakhir berhasil ia raih, secara refleks pula kita mengepalkan
tangan tanda kemenangan.
Kemudian
setelah itu ada kebanggaan yang luar biasa sebagai bangsa Indonesia. Seumur
hidup tiada moment yang menggelorakan semangat nasionalisme yang begitu dahsyat,
selain tayangan langsung televisi ketika pertama kalinya Indonesia meraih
medali emas di olimpiade. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya berkumandang, sang
Merah Putih berkibar, hati bergetar dengan semangat berkobar. Ada keharuan yang
membuncah, ketika Susi Susanti tak kuasa menahan air matanya, tak terasa air
mata kita berlinang juga. Apakah nostalgia ini dapat kita ulangi lagi di
Olimpiade London? Apakah tradisi emas di olimpiade akan berlanjut?
Menuju Prestasi Emas
Penulis
sebenarnya kurang setuju dengan sebutan ‘tradisi emas’, karena tradisi bermakna
sesuatu kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun secara alami. Penulis
merasa lebih tepat menggantinya dengan prestasi emas. Prestasi bermakna pada
perjuangan untuk meraih sesuatu dengan semangat dan upaya yang maksimal.
Sejak pertama kali tampil
sebagai negara baru di Olimpiade Helsinki 1952, Indonesia tidak banyak
berbicara dalam prestasi olimpiade. Hanya kenangan monumental yang selalu
dicatat sebagai prestasi gemilang, saat kita menahan tim sepakbola Uni Soviet
dalam Olimpiade Melbourne 1956.
Setelah itu tak ada yang dibanggakan sama sekali.
Bahkan pada Olimpiade Tokyo 1964, olimpiade pertama di benua Asia, Indonesia
justru dilarang tampil karena tidak mengundang Israel dan Taiwan dalam Asian
Games IV di Jakarta 1964. Lebih dari itu, Soekarno berani membuat semacam
olimpiade tandingan yang bernama "Ganefo", pesertanya negara-negara
baru merdeka di kawasan Asia, Afrika dan sebagian Amerika Latin. Hingga
olimpide di tahun 1968, 1972, dan 1976, atlet Indonesia tidak bisa meraih
prestasi.
Pada Olimpiade
Moskow 1980, Indonesia tidak ikut karena ada kampanye internasional untuk memboikot olimpiade di
ibukota Uni Soviet, karena ulah invasi negara itu ke Afghanistan tahun 1979.
Hal ini juga diikuti oleh negara-negara Arab dan negara mayoritas muslim
lainnya. Dan di Olimpiade Los Angeles 1984, gantian Uni Sovyet dan
negara-negara blok timur lainnya yang memboikot olimpiade tersebut.
Olimpiade Seoul 1988 memang menjadi olimpiade
bersejarah bagi Indonesia. Di pesta olahraga itu, pertama kalinya Indonesia
dapat medali, meski hanya perak dari panahan. Lebih aneh lagi ada tiga negara
jajahan Belanda, yang mendapat medali untuk pertama kali, yaitu Suriname (1
emas), Indonesia (1 perak) serta Antilen Belanda (1 perak).
Olimpiade Barcelona 1992, merupakan momen emas. Prestasi atlet
Indonesia sungguh luar biasa. Untuk pertama kalinya lagi Indonesia berhasil
mendapatkan 2 medali emas
di cabang yang baru pertama kalinya juga
dipertandingkan di olimpiade yaitu bulutangkis. Kita berhasil
menyandingkan emas tunggal putra/putri lewat Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti. Selain itu kontingen Indonesia juga
meraih 1 perak dan 2 perunggu. Prestasi ini tetap mampu dipertahankan, walaupun
cuma meraih 1 medali emas pada cabang bulutangkis di Olimpade Atlanta 1996,
Sydney 2000, Athena 2004, dan Beijing 2008.
Prestasi Indonesia di olimpiade memang "kalah
cepat" dibanding negara tetangga di ASEAN lainnya. Thailand dan Filipina
meraih medali olimpiade duluan (walaupun bukan medali emas), sebelum Indonesia.
Namun prestasi mereka tidak konstan. Bandingan dengan Indonesia, sejak
Olimpiade Seoul 1988, posisi Indonesia selalu teratas diantara negara-negara
ASEAN dalam perolehan medali, kecuali pada Olimpiade Athena, Indonesia (peringkat
48) jauh di bawah Thailand (peringkat 25). Saat itu Thailand meraih medali emas
pertama dan perak pada cabang olahraga tinju.
Meski prestasi Indonesia menurun di kancah SEA Games (baru
SEA Games terakhir kembali menjadi juara umum) dan tidak terlalu baik di Asian
Games, namun prestasi Indonesia selalu teratas dan terbaik di kawasan Asia
Tenggara sejak Olimpiade Seoul 1988. Saatnya Indonesia memfokuskan pada
prestasi dunia di olimpiade, bukan lagi Asian Games, apalagi SEA Games.
Malaysia dan Thailand memang boleh berbangga di tingkat ASEAN, tapi mereka keok di pentas olimpiade.
Indonesia boleh berbangga hati karena lebih baik dibanding mereka.
Selamat Berjuang
Kota London menjadi host dari olimpiade modern yang ke-30. London berhasil mengalahkan
kota-kota lainnya seperti, Madrid, New York,
Paris dan Moskwa. Ini merupakan kali ketiga kota London menjadi tuan rumah olimpiade setelah tahun 1908 dan 1948. Pada olimpiade kali ini akan
dipertandingkan 26 cabang olahraga
(lebih sedikit dari 28 cabang olahraga pada Olimpiade
Beijing 2008, karena dua cabang olahraga yaitu bisbol dan
sofbol dicoret oleh IOC).
Ada 204 negara yang berlaga di 34 venues di Inggris.
Dari Indonesia,
jumlah atlet yang ikut 21 orang. Total seluruh atlet dan official yang
berangkat ke London sebanyak 52 orang. Kontingen Indonesia terdiri
dari 9 atlet untuk cabor (cabang olahraga) bulutangkis,
masing-masing Simon Santoso, Taufik Hidayat, A Firdasari, Bona Septano
dan Mohammad Ahsan, Greysia Polii dan Meliana Jauhari, Tantowi Ahmad dan
Liliyana Natsir.
Sementara dari
angkat beban ada 6 atlet masing-masing Jadi Setiadi (56 kg), Eko Yuli Irawan
(62 kg), Hasbi (62 kg), Triyatno (69 kg), Deni (69 kg) dan puteri yaitu Citra
Febriyanti (53 kg). Untuk atletik dua atlet yaitu Fernando Lumain dan
Triyaningsih, panahan Ika Yuliana Rochmawati, anggar Diah Permatasari, menembak
Diaz Kusumawardani, dan renang I Gede Siman Sudartawa, yang
merupakan atlet termuda kontingen Indonesia (18 tahun) sekaligus pembawa
bendera Merah Putih ketika defile pembukaan.
Pada 2008 lalu, Indonesia finis di urutan 42 dari 202 negara peserta. Indonesia mengoleksi 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu. Untuk tahun ini, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menargetkan posisi di 35 besar. Bulu tangkis kembali diharapkan menjadi lokomotif
Indonesia dalam mendulang sukses. KOI
memasang
target 1 emas dan 1 perunggu dari bulutangkis, dan 3 perunggu dari angkat beban.
Pertahankan
prestasi emas di olimpiade. Kibarkan sang Merah Putih dan gelorakan Indonesia
Raya di tanah Britania Raya. Selamat berjuang atlet-atlet Indonesia! ***