Pemilu 2014
dalam Data dan Angka
Oleh
: Fadil Abidin
Dimuat dalam OPINI Harian Analisa,
17 Maret 2014
Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia mungkin
adalah kegiatan kepemiluan paling kompleks dan paling rumit di dunia. Pemilu legislatif dijadwalkan pada tanggal
9 April 2014. Proses Pemilu
2014 diawali dengan pelantikan anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang
berjumlah 7 orang yang dilantik oleh Presiden pada
12 April 2012, selanjutnya
dilaksanakan seleksi, pemilihan, dan pelantikan 2.650 orang komisioner
yang dipilih di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota. Masa jabatan komisioner KPU selama 5
tahun.
Selain KPU dibentuk juga Bawaslu
(Badan Pengawas Pemilu), Bawaslu Pusat terdiri atas 5 orang, sementara Bawaslu
Provinsi sebanyak 99 dari 33 provinsi. Masa jabatan anggota Bawaslu 5 tahun. Untuk
tingkat kabupaten/kota dibentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
Kabupaten/Kota yang terdiri atas 3 anggota dibantu petugas kesekretariatan
sehingga jumlah ada sekira 4.000 orang.
Kemudian dibentuk juga Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) sebanyak 7 orang dengan masa jabatan 5 tahun. DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan
untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu.
Ada sekitar 6.131.854 petugas penyelenggara
pemilu yang akan terlibat dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Untuk penyelenggara
pemilu di tingkat kecamatan dibentuk PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Anggota
PPK ditambah sekretariat sebanyak 10 orang. Tercatat ada sekitar 6.980
kecamatan di Indonesia jadi total ada 60.980 petugas. Juga dibentuk Panitia
Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) yang terdiri atas 3 orang anggota dan 3
orang sekretariat sehingga ada 41.880 petugas.
Sementara untuk tingkat
desa/kelurahan ada 486.204 petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk 81.034
desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Setiap PPS terdiri atas 3 anggota dan 3
orang petugas sekretariat. Mitra PPS adalah PPL (Panitia Pengawas Lapangan)
yang berjumlah 1-2 orang untuk desa/kelurahan, sehingga PPL ada sekitar 1.000
orang petugas.
Untuk melaksanakan pemungutan
suara dibentuk KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). Di tiap TPS
(Tempat Pemungutan Suara) ada 9 orang petugas, termasuk 2 petugas pengamanan
TPS (PAM TPS). Ada sekitar 4.912.000 petugas KPPS untuk bertugas di 545.778 TPS
di seluruh Indonesia. Untuk mengawasi TPS, Bawaslu telah membentuk Mitra
Pengawas Lapangan (MPL) dimana 1 petugas mengawasi 1 TPS. MPL adalah
penyelenggara pemilu baru yang tidak ada pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Kepolisian RI akan menerjunkan
sekitar 200.000 personel polisi, dengan rasio 1 polisi mengawasi dan menjaga
2-5 TPS. Mereka juga akan menjaga surat-surat suara, kotak suara, dan proses
penghitungan rekapitulasi pemungutan suara di kantor lurah/kepala desa sebagai
sekretariat PPS, dan juga kantor-kantor camat sebagai sekretariat PPK. Para
personel polisi siap di-BKO (Bawah Kendali Operasi) untuk bertugas di luar
wilayah kerjanya. Selain itu juga akan dibentuk PAM TPS cadangan di setiap
Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) dari unsur masyarakat sipil.
Empat Kotak
Pemilu 2014 merupakan pemilu ke-11
setelah Pemilu 1955,
1971,1977,1982, 1986, 1990, 1994, 1999, 2004, dan 2009. Dalam hal jumlah pemilih, pemilu di Indonesia adalah
pemilu satu hari (one day election) kedua terbesar di dunia, setelah pemilu Amerika Serikat. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17
tahun (pada hari pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah.
Proses
demokrasi di Indonesia selalu berlangsung semarak terutama saat pemilu. Salahsatu buktinya terlihat dari
banyaknya jumlah caleg (calon
anggota legislatif) dan kursi yang diperebutkan dalam Pemilu 2014. Ada 4 kotak yang tersaji di TPS pada hari pemilu, yaitu tiga
tingkatan legislatif yaitu DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Di Indonesia terdapat dua lembaga legislatif nasional, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan badan yang sudah
ada yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dan DPD yang dibentuk pada
tahun 2001 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang secara konstitusional
dibentuk melalui amandemen UUD sebagai pergerakan menuju bicameralism di
Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara
penuh, sementara DPD memiliki mandat yang lebih terbatas. Gabungan kedua
lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perwakilan baik dari
DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun.
Secara rinci,
jumlah daerah pemilihan
(dapil) untuk tingkat pusat DPR RI ada sebanyak 77 dapil dengan 560
kursi. DPD terdiri dari 33 dapil
dengan jumlah kursi yang diperebutkan 132 kursi. DPRD provinsi ada 259 dapil
dengan 2.112 kursi. Lalu terbanyak adalah DPRD Kabupaten/Kota 2.102 dapil dengan 16.895 kursi. Maka yang diperebutkan (secara
nasional) adalah 19.699 kursi di 2.471 daerah pemilihan, sehingga desain surat suara juga berjumlah
2.471 jenis yang berbeda tiap dapil. Jumlah caleg keseluruhan secara nasional lebih
kurang 200.000 orang.
Sementara menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang
mendaftar sebagai caleg DPR Ri
ada 10 orang, dan caleg DPR RI masih didominasi ‘muka
lama’. Dari 560 orang anggota DPR periode 2009 - 2014, sebanyak 507 anggota DPR
tetap mendaftar kembali sebagai caleg. Jumlah itu setara dengan 90,5 persen
dari total anggota DPR saat ini yang sebanyak 560 orang.
Caleg untuk DPR RI, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota berasal dari partai-partai politik (parpol) peserta
pemilu. Pemilu legislatif 2014 akan diikuti 12 parpol nasional dan 3 parpol
lokal (khusus di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam). Berikut adalah kelima belas partai tersebut berdasarkan nomor urut
bersama informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu 2009. (1) Nasdem – Partai Nasional
Demokrat (partai politik baru); (2) PKB – Partai Kebangkitan Bangsa (memperoleh 4,95
persen suara/27 kursi di DPR); (3) PKS – Partai Keadilan Sejahtera (memperoleh 7,89 persen suara/57
kursi di DPR); (4) PDI-P – Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (memperoleh 14,01 persen suara/95 kursi di DPR); (5) Golkar – Partai Golongan Karya (memperoleh 14,45 persen suara/107
kursi di DPR); (6) Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya (memperoleh 4,46 persen suara/26
kursi di DPR); (7) PD – Partai Demokrat
(memperoleh 20,81 persen suara/150 kursi di DPR); (8) PAN – Partai Amanat Nasional (memperoleh
6,03 persen suara/43 kursi di DPR); (9) PPP – Partai Persatuan Pembangunan (memperoleh 5,33 persen
suara/33 kursi di DPR); (10) Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat (memperoleh 3,77 persen suara/18
kursi di DPR); (11) PDA – Partai Damai Aceh
(partai politik baru, parpol lokal di NAD); (12) PNA – Partai Nasional
Aceh (partai politik baru di NAD); (13) PA – Partai Aceh (parpol lokal di NAD, memperoleh 43,9 persen suara/33 kursi
di DPRD Provinsi Aceh); (14) PBB – Partai Bulan Bintang (tidak berhasil memperoleh kursi di
DPR); (15) PKPI – Partai Keadilan
dan Persatuan Indonesia (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR).
Ancaman Golput
Kerangka hukum pemilu legislatif meliputi UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; dan UU 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat , Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
KPU telah menetapkan jumlah pemilih yang
bakal ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2014 pada November 2013 lalu. mendatang. Berdasarkan data dari KPU, pemilih
dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 93.439.610 orang, dan pemilih berjenis
kelamin perempuan berjumlah 93.172.645 orang. Sehingga total pemilih menjadi 186.612.255 orang. Selain itu, KPU juga merilis data
pemilih untuk jumlah pemilih yang berdomisili di luar negeri. KPU menetapkan
sebanyak Pendatang Pemilih Luar Negeri (PPLN) sebanyak 2.010.280 orang.
Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun
hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak
pilihnya. Hal ini menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen, sebuah penurunan
drastis dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada
Pemilu 2004. Tingkat golput
(tidak memilih) pada Pemilu 2014 diprediksi akan meningkat. Tingkat partisipasi
pemilih kemungkinan di bawah 70 persen.
Ketidakpercayaan rakyat terhadap
partai politik, tokoh-tokoh politik, dan pejabat publik, serta dugaan kejenuhan
dalam pemilihan kepala daerah (pemilukada) menyebabkan tingkat golput akan
semakin tinggi. Untuk itu diperlukan usaha dan kerja keras dari parpol,
penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), pemerintah, dan media massa agar
tingkat golput ini dapat dikurangi. Alangkah sayang, jika pemilu 2014 yang
telah dirancang selama lebih dari 2 tahun, menghabiskan anggaran dalam APBN
2013-2014 sekitar Rp 26 triliun, menggerakkan sekitar 6,3 juta petugas pemilu, dan
mencetak sekira 765 juta lembar surat suara, harus didominasi dan dimenangkan
oleh golput. ***