Klaim Indonesia di Piala Dunia



Klaim Indonesia di Piala Dunia
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat dalam OPINI Harian Analisa Medan, 13 Juni 2014

            Indonesia secara de facto adalah negara Asia pertama yang pernah penjadi peserta Piala Dunia, tepatnya pada Piala Dunia 1938 di Prancis. Tapi hal tersebut belum diakui FIFA hingga sekarang. Alasannya, tim yang ikut berpartisipasi pada Piala Dunia 1938 adalah Nederlandcshe Indische atau Hindia Belanda.

            Kita bangsa Indonesia khususnya PSSI sebagai induk organisasi sepakbola seluruh Indonesia harus berjuang agar Indonesia diakui sebagai peserta Piala Dunia 1938. Nama Nederlandcshe Indische atau Hindia Belanda pada hakikatnya adalah Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi ‘pewaris’ nama Nederlandcshe Indische atau Hindia Belanda adalah Indonesia. Hal tersebut dapat diajukan sebagai dasar klaim Indonesia. Contohnya, Rusia yang mengklaim sebagai ‘pewaris sah’ Uni Sovyet. Rusia mewarisi sejarah dan prestasi Uni Sovyet di pentas Piala Dunia.  
Uni Sovyet bubar menjadi 15 negara yang masing-masing berdaulat pada 26 Desember 1991. Negara-negara tersebut meliputi Rusia, Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kyrgistan, Latvia, Lithuania, Moldova, Turkmenistan, Tajikistan, Ukraina, dan Uzbekskistan.
Uni Sovyet telah tujuh kali ikut serta dalam pentas Piala Dunia, dan semuanya diklaim dan ‘diwarisi’ oleh Rusia ketika Uni Sovyet bubar. Sementara Rusia sebagai negara mandiri lolos menjadi peserta Piala Dunia sebanyak 3 kali yaitu Piala Dunia 1994, 2002, dan Piala Dunia 2014 di Brasil. Dan totalnya Rusia (ditambah dengan Uni Sovyet) diakui sebagai peserta Piala Dunia sebanyak 10 kali. Pemain sepakbola Uni Sovyet pada masanya memang didominasi oleh orang-orang dari Rusia. Satu-satunya negara pecahan Uni Sovyet yang berhasil lolos ke Piala Dunia adalah Ukraina tahun 2006.
Lain Rusia Lain Yugoslavia
Tapi untuk kasus bubarnya Uni Sovyet tidak berlaku untuk Yugoslavia. FIFA telah menyatakan bahwa tidak ada ‘pewaris sah’ untuk sejarah dan prestasi Yugoslavia di pentas Piala Dunia. Yugoslavia bubar pada tahun 2003 menjadi negara-negara Slovenia, Kroasia, Makedonia, Bosnia Herzegovina, dan Serbia-Montenegro. Serbia-Montenegro pernah mengklaim secara sepihak sebagai ‘pewaris’ sejarah Yugoslavia. Tapi pada tahun 2006 Serbia-Montenegro pecah menjadi dua negara yaitu Serbia dan Montenegro. Bahkan pada tahun 2008, Kosovo memisahkan diri dari Serbia.  
Yugoslavia memiliki sejarah dan prestasi yang lebih cemerlang di Piala Dunia ketimbang Uni Sovyet pada masa lalu. Yugoslavia tercatat 8 kali lolos ke Piala Dunia, prestasi tertinggi mereka di Piala Dunia adalah mencapai babak semi final dan finish di urutan ke 4 pada Piala Dunia 1930 di Uruguay dan Piala Dunia tahun 1962 yang berlangsung di negara Chili. Piala Dunia 1998 di Prancis menjadi saksi kehebatan terakhir mereka, mereka berhasil menahan imbang Jerman 2-2, melumat Amerika Serikat dan Iran. Namun perjuangan mereka di Piala Dunia ini dihentikan oleh Belanda di babak 16 besar.
Yugoslavia dan negara-negara pecahannya memang selalu melahirkan pemain-pemain sepakbola hebat dan berbakat di Benua Eropa. Dalam Rangking FIFA, prestasi negara-negara pecahan Yugoslavia ini bisa dibilang luar biasa untuk ukuran negara-negara yang baru merdeka dan jumlah penduduk yang sedikit. Bahkan beberapa pemainnya merupakan tulang punggung dari klub-klub sepakbola elite Eropa. Dari negara-negara pecahan Yugoslavia yang pernah lolos ke Piala Dunia adalah Kroasia, Slovenia, Serbia-Montenegro, Serbia, dan Bosnia Herzegovina. Hebat bukan?
Ada satu lagi negara dengan sejarah dan prestasi gemilang di Piala Dunia yang negaranya ikut bubar yaitu Cekoslovakia. Pemecahan Cekoslovakia menjadi Republik Ceko dan Republik Slovakia pada 1 Januari 1993. Berbeda dengan perpecahan di Uni Sovyet yang diawali dengan krisis, konflik politik, dan konflik bersenjata. Bahkan perpecahan di Yugoslavia lebih mengerikan lagi dengan perang antar suku bangsa dan pembunuhan massal. Perpecahan di Cekoslovakia justru berlangsung damai. Untuk prestasi di Piala Dunia mereka juga tampaknya berbagi, Republik Ceko berhasil lolos di Piala Dunia 2006, maka Slovakia lolos di Piala Dunia 2010.
Klaim Indonesia
            Indonesia seharusnya bisa klaim kepada FIFA sebagai ‘pewaris’ nama Hindia Belanda. Hindia Belanda adalah negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938 di Prancis. Tetapi gaya permainan serta seluk-beluk tim sepak bola ini tidak banyak tercatat dalam sejarah. Salah satu catatan sejarah keikutsertaan Hindia Belanda adalah laporan koran Prancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938 (pertandingannya 5 Juni 1938) yang terarsip di museum.
            Dalam laporannya L’Equipe menulis,”Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian. Tapi pertahanannya amburadul, karena tak ada penjagaan ketat." Hasilnya, seperti tercatat dalam sejarah, tim sepakbola Hindia Belanda dicukur 6-0 oleh tim Hungaria, sekali bertanding, kalah, dan langsung gugur. Piala Dunia 1938 menggunakan sistem gugur. Artinya, tim Hindia Belanda harus angkat kopor lebih awal.
Dan ternyata laporan pandangan mata pertandingan tersebut diterbitkan juga oleh surat kabar The Times, London. Tapi, apa istimewanya berita itu? Informasi tentang "gaya permainan tim Hindia Belanda" belum banyak dipublikasikan oleh media-media yang terbit di Indonesia.
Sejauh ini nyaris tidak ada catatan tertulis seperti apa isi pertandingan yang digelar di Stadion Velodorme, Reims, Prancis, 5 Juni 1938, kecuali laporan-laporan yang hanya menyoroti nama-nama pemain yang terdiri dari suku Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda, Johannes Christoffel van Mastenbroek. Kiper: Tan "Bing" Mo Heng (HCTNH Malang), Jack Samuels (Hercules Batavia). Belakang: Dorst, J. Harting Houdt Braaf Stand (HBS Soerabaja), Frans G. Hu Kon (Sparta Bandung), Teilherber (Djocoja Djogjakarta). Tengah: G.H.V.L. Faulhaber (Djocoja Djogjakarta), Frans Alfred Meeng (SVBB Batavia), Achmad Nawir (HBS Soerabaja), Anwar Sutan (VIOS Batavia), G. van den Burgh (SVV Semarang). Depan: Tan Hong Djien (Tiong Hoa Soerabaja), Tan See Han (HBS Soerabaja), Isaac "Tjaak" Pattiwael (VV Jong Ambon Tjimahi), Suvarte Soedarmadji (HBS Soerabaja), M.J. Hans Taihuttu Voetbal Vereniging (VV Jong Ambon Tjimahi), R. Telwe (HBS Soerabaja), Herman Zomers (Hercules Batavia)
Laporan-laporan media di Indonesia juga semata menyebutkan bahwa keberangkatan tim ini didukung NIVU, Nederlandcshe Indische Voetbal Unie – organisasi sepakbola di bawah naungan pemerintah kolonial Belanda, tetapi tidak "direstui" PSSI. PSSI yang didirikan 8 tahun sebelumnya (1930), dilaporkan tidak mengirimkan para pemainnya. FIFA sendiri lebih mengakui NIVU ketimbang PSSI.
Walaupun akhirnya mengatasnamakan NIVU, toh kehadiran Tim Hindia Belanda pada ajang Piala Dunia 1938, akhirnya dicatat sebagai kehadiran pertama kalinya wakil dari benua Asia. Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya menggantikannya – tanpa melalui ajang kualifikasi Piala Dunia, yang seperti dipraktekkan sekarang.
Dalam buku sejarah piala dunia terbitan London, disebutkan bahwa para pemain Hindia Belanda, didominasi para pelajar. “Kapten timnya adalah seorang dokter, yang menggunakan kacamata,” ujar wartawan The Times, saat meliput pertandingan itu. Pemain Hindia Belanda mengenakan seragam oranye, celana putih dan kaos kaki biru muda. Informasi ini berbeda dengan laporan yang sudah lama sebelumnya, yang menyebutkan mereka adalah para pegawai yang bekerja untuk pemerintah kolonial.
Disebutkan pula, sebagian besar para pemain berukuran tubuh pendek (“Bien trop petits,” kata reporter koran Prancis L’Equipe , yang dikutip The Times). Meski tergolong pendek, imbuhnya, para pemain depan Hindia jago menggocek bola. "Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran Prancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.
"Para pemain Hungaria mengaku tidak menyangka mendapat perlawanan dari tim Hindia Belanda. Banyak kejutan... bahwa sebagian pemain Hindia Belanda tampil menyulitkan pemain Hungaria. Tapi pemain belakangnya, lemah dalam penjagaan, serta sering terlambat menjegal lawannya.”
Laga tim Hindia Belanda-Hungaria digelar 5 Juni 1938, pukul 5 sore waktu setempat, di Stadion Velodorme, di kota Reims, Prancis – sekarang stadion itu diubah menjadi Stadion Auguste Delaune. Pertandingan ini dipimpin wasit asal Prancis, Roger Conrie, serta dua orang hakim garis Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Prancis). Disaksikan sekitar 9,000 orang penonton (menurut catatan resmi FIFA, dan sangat banyak pada saat itu).
Pantas Kalah Pantang Menyerah
Perjalanan tim Hindia Belanda menuju Piala Dunia di Prancis memang sungguh berat. Sebelum berangkat telah terjadi ‘perseteruan’ organisasi sepakbola antara NIVU (yang dibentuk oleh orang-orang Belanda) dan PSSI yang dibentuk oleh orang-orang Indonesia yang dipelopori R.Soeratin.
Tim Hindia Belanda berangkat pada tanggal 18 Maret 1938 menggunakan Kapal MS Johan van Oldenbarnevelt dari Tandjong Priok, Batavia menuju Belanda. Tim Hindia-Belanda pun akhirnya tiba di Pelabuhan Rotterdam setelah terombang-ambing oleh badai petir selama 3 bulan. Untuk memulihkan kondisi fisik dan mental, mereka melakukan beberapa pertandingan ujicoba dengan klub Liga Belanda. Ketika di Belanda tim Hindia Belanda ini disebut sebagai tim Indonesia” oleh para pelajar Indonesia di Belanda yang kemudian banyak dikutip oleh media-media Eropa.
Walaupun Hindia Belanda melawan Hungaria- salah satu tim terkuat di Eropa, Hindia Belanda tidak menerapkan sistem bertahan, mereka justru menyiapkan formasi ultra menyerang 2-2-6! Alhasil, perjuangan tim Hindia-Belanda berakhir setelah digilas 6-0 oleh Hungaria, tim tangguh yang akhirnya menjadi Juara 2 setelah kalah 4-2 oleh Italia di Final. Meskipun demikian, surat kabar Prancis Le Figaro memuji semangat juang kesebelasan Hindia-Belanda, The Sunday Times memuji fairplay mereka, dan pada edisi 7 Juni 1938, Sin Po menampilkan headline nan heroik: “Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah” – Indonesia-Hungaria 0-6, Kalah Sesudahnya Kasih Perlawanan Gagah.
Secara postur pemain Hindia Belanda disebut sebagai kurcaci oleh media-media Prancis karena rata-rata tingginya 160-170 cm. Secara teknik kalah, pengalaman juga kalah, jam bertanding juga kalah. Walaupun pantas kalah tapi mereka pantang menyerah. Tim Hindia Belanda pun mendapat pujian dari penonton sebagai tim paling sportif, tidak bermain kasar, bersemangat, dan ramah kepada penonton (dengan memberi penghormatan kepada penonton sebelum bertanding).   
Setelah 'pesta' Piala Dunia 1938 berakhir, kemana pergi para pemain itu? Tidak ada catatan yang menunjukkan kiprah mereka selanjutnya, utamanya ketika Belanda harus angkat kaki ketika Indonesia merdeka. "Tidak jelas kemana mereka," demikian laporan situs yang dikelola di Belanda, Java Post, dalam artikel berjudul Een historische voetbalreis, yang diunggah 23 Maret 2012 lalu.
Hanya saja, demikian situs ini menyebutkan, kiper Mo Heng Tan sempat lulus seleksi untuk memperkuat tim Indonesia dalam laga persahabatan melawan klub dari Singapura pada 1951. Kisah tragis dialami pemain tengah Frans Alfred Meeng. Menurut situs Java Post, pemain kelahiran 1910 ini ikut tenggelam bersama kapal Jepang Junyo Maru yang ditenggelamkan oleh kapal selam Inggris pada 18 September 1944. Kapal kargo yang mengangkut para romusha dan tawanan itu tenggelam di perairan Sumatera. Kita patut mengenang jasa-jasa mereka sebagai atlet pertama yang memperkenalkan Hindia Belanda ke pentas dunia.***