Mencari Format Sistem Pemilu yang Ideal

Mencari Format Sistem Pemilu yang Ideal
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di Harian Analisa Medan, 23 September 2008

Istilah sistem pemilu sudah sering didengar dan dibaca di berbagai media massa.Setiap hal yang berhubungan dengan pemilu sering disebut juga sebagai "sistem pemilu",mulai dari hak pilih,penyelenggaraan pemilu,pembagian daerah pemilihan,sistem penetapan alokasi kursi dan sebagainya.Sesungguhnya istilah sistem pemilu memiliki definisi yang lebih sempit dan ketat. Secara umum sistem pemilu adalah rangkaian aturan dimana pemilih bisa mengekspresikan pre-ferensi politik mereka,dan suara dari para pemilih tersebut diterjemahkan menjadi kursi.
Tidak diragukan lagi bahwa sistem pemilu memainkan peranan penting dalam sebuah sis-tem politik,walaupun tidak terdapat kesepakatan mengenai seberapa penting kontribusi sistem pemilu dalam membangun struktur sebuah sistem politik.Giovanni Sartori menyebutkan bahwa sistem pemilihan umum adalah sebuah bagian yang paling esensial dari kerja sistem politik. Sistem pemilihan umum bukan hanya instrumen politik yang paling mudah dimanipulasi; ia juga membentuk sistem kepartaian dan mempengaruhi spektrum representasi.Tekanan juga diberikan oleh Arend Lijphart yang mengatakan sistem pemilihan umum adalah elemen paling mendasar dari demokrasi perwakilan.Dapat kita katakan bahwa sistem pemilu mempengaruhi perilaku pe-milih dan hasil pemilu,sehingga sistem pemilu juga mempengaruhi representasi politik dan sis-tem kepartaian.
Secara umum elemen sistem Pemilu adalah:(1) distrik/daerah pemilihan,(2) struktur kertas suara,(3) electoral formula.Yang dimaksud dengan distrik/daerah pemilihan adalah wila-yah geografis suatu negara yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan umum.Dengan demikian luas sebuah distrik/daerah pemilihan dapat sama besar de-ngan besar wilayah administrasi pemerintahan (provinsi,kabupaten/kota atau kecamatan),dapat pula berbeda.Dalam pemilu sistem distrik dapat dibedakan menjadi distrik beranggota tunggal (single member district) satu distrik satu kursi,dan distrik beranggota banyak (multi member district) satu distrik mempunyai banyak kursi.Dalam pemilihan DPD kita menganut system multi member district.
Yang dimaksud dengan struktur kertas suara adalah cara penyajian pilihan di atas kertas suara.Cara penyajian pilihan ini menentukan bagaimana pemilih kemudian memberikan suara. Jenis pilihan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kategorikal dimana pemilih hanya memilih satu partai atau calon,dan ordinal dimana pemilih memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya.Kemungkinan lain adalah ga-bungan dari keduanya.Di samping itu dikenal istilah list system,yang dibagi lagi menjadi sistem daftar tertutup dan sistem daftar terbuka.
Electoral formula adalah bagian dari sistem pemilihan umum yang membicarakan pener-jemahan suara menjadi kursi.Termasuk di dalamnya adalah rumus yang digunakan untuk mener-jemahkan perolehan suara menjadi kursi.Di Indonesia kita mengenal istilah bilangan pembagi pemilih (BPP), serta batas ambang pemilihan (electoral threshold).
Secara teoritis diskusi soal sistem pemilu kerapkali terjebak pada dua besar sistem: pro-porsional atau distrik dengan segala variannya.Keduanya mengandung sejumlah kelebihan seka-ligus kelemahan sehingga apapun pilihannya berpotensi menuai kritik.Lantas bagaimanakah for-mat sistem pemilu yang ideal untuk Indonesia?
Sejak era reformasi,tarik menarik antara kubu pendukung sistem proporsional dengan sis-tem distrik kerap memicu debat berkepanjangan di parlemen sehingga memperlambat pemba-hasan RUU Pemilu terutama berkaitan dengan sistem pemilu yang hendak dianut.Tapi dalam politik semuanya akan berakhir dengan kompromi untuk mencari jalan tengah.Untuk mengu-rangi kelemahan pada dua sistem tersebut maka penerapan sistem distrik murni dan proporsional murni cenderung dihindari.
Proporsional vs Distrik
Sistem distrik sesungguhnya lebih memberikan nuansa demokratis bagi tegaknya kedau-latan rakyat secara riil.Prinsip the winner takes all akan memberi iklim kondusif bagi stabilitas politik,penyederhanaan partai secara alamiah,menghindari orang untuk cenderung mendirikan partai baru,sistem pemilihan yang lebih mudah bagi rakyat,sederhana,efektif,efisien dan murah. Sistem distrik meniscayakan ketiadaan jurang pembatas antara wakil rakyat dengan konstituen-nya.Oleh karena pemilih memilih orang yang dikenal,berasal dan dekat dengan rakyat.Parpol di sistem distrik hanyalah fasilitator untuk mengirim sang wakil rakyat ke gedung parlemen.De-ngan demikian,pertanggungjawaban moral dan politik wakil rakyat terpilih tidak ditujukan pada parpolnya,sebagaimana yang selama ini terjadi,tetapi pada rakyat di distrik tempat ia dicalonkan.
Sebaliknya,sistem proporsional memungkinkan partai-partai kecil tetap berkiprah di par-lemen.Sebab,jika mereka kalah di wilayah tertentu,partai-partai kecil ini tidak otomatis gugur ka-rena masih ada akumulasi sisa suara yang memungkinkan mereka memperoleh kursi di tingkatan daerah pemilihan yang lebih tinggi.Dalam sistem ini tidak ada suara yang hangus,keterwakilan rakyat yang beraneka ragam jenis suku,agama,ras dan golongan bisa diwujudkan karena sekecil apapun suara minoritas akan tetap dikumpulkan dan diakumulasikan.
Kelebihan dan Kelemahan
Gagasan pokok sistem proporsional terletak pada sesuainya jumlah kursi parlemen yang diperoleh suatu partai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat.Pada sistem ini nega-ra dibagi dalam beberapa daerah pemilihan,dan setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu.Dengan demikian kekuatan sua-tu partai dalam masyarakat tercermin dalam jumlah kursi yang diperolehnya di parlemen,artinya dukungan masyarakat bagi partai itu sesuai atau proporsional dengan jumlah kursi dalam parle-men.Menurut beberapa kalangan sistem proporsional memiliki kelebihan,diantaranya :
Dianggap demokratis dan representatif,oleh karena semua aliran yang ada dalam masya-rakat terwakili dalam parlemen,sedangkan jumlah wakil dalam badan itu sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat dalam masing-masing daerah pemilihan.Dianggap lebih adil karena golongan kecil sekalipun mempunyai kesempatan untuk mendudukkan wakil dalam parlemen.Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini diharapkan lebih cenderung untuk meng-utamakan kepentingan nasional daripada kepentingan daerah.
Tapi sistem proporsional juga memiliki kekurangan,yakni:mempermudah fragmentasi partai dan menimbulkan kecendrungan kuat di kalangan anggota untuk memisahkan diri dari partainya dan membentuk partai baru terutama menjelang pemilu.Wakil yang terpilih mersa diri-nya lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah yang mewakilinya disebabkan partai lebih menonjol peranannya untuk menentukan seseorang ke parlemen.Banyaknya partai yang bersaing menyulitkan suatu partai untuk meraih mayoritas (50%+1) yang diperlukan untuk membentuk suatu pemerintahan.Terpaksa partai terbesar mengusahakan suatu koalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam parlemen.Koalisi semacam ini sering tidak langgeng karena hanya bersifat semu dan kepentingan sesaat sehingga tidak membina stabilitas politik.
Biasanya sistem proporsional ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur  anta-ra lain dengan sistem daftar (list system),yang kemudian dibagi lagi menjadi sistem daftar ter-tutup dan sistem daftar terbuka.Dalam sistem daftar tertutup setiap partai mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua calon yang dicalonkan oleh partai itu, un-tuk berbagai kursi yang diperebutkan.Kelemahan sistem ini,yakni tidak dikenalnya calon wakil oleh pemilih.Sistem ini kemudian direvisi oleh sistem daftar terbuka dimana pemilih memilih wakilnya secara langsung dari daftar nama calon selain memilih tanda gambar.
            Sistem distrik,merupakan sistem pemilihan yang paling tua didasarkan atas kesatuan geo-grafis.Setiap kesatuan geografis mempunyai satu wakil dalam parlemen.Untuk keperluan pemi-lihan,negara dibagi dalam sejumlah distrik dan jumlah kursi dalam parlemen ditentukan oleh jumlah distrik.Calon dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak menang sedang suara-suara yang diberikan kepada calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana pun kecil selisih kekalahannya.
Karena kecilnya distrik,maka wakil yang terpilih biasanya dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan rakyat lebih erat.Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk fokus memperjuangkan kepentingan distriknya.Kedudukan terhadap partai lebih bebas,karena dalam pemilihan semacam ini faktor kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting.Sis-tem ini lebih mendorong integrasi parpol karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.Juga mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alamiah.Sistem dis-trik lebih sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.Terbatasnya jumlah partai membuat pemilu lebih singkat,lebih murah dan efisien.
Tapi kekurangan sistem distrik antara lain kurang menguntungkan bagi partai kecil dan golongan minoritas.Kurang representatif,calon yang kalah dalam suatu distrik kehilangan semua suara yang mendukungnya (banyak suara yang hilang).Bisa terjadi kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh dengan jumlah kursi yang diperoleh di parlemen,sistem ini lebih  mengun-tungkan partai besar dan populer.
Dari hal-hal di atas yang menjadi dasar pemilihan kedua sistem ini,lebih banyak memang penekanannya terletak pada perwujudan pemerintahan yang representatif dan punya legitimasi yang kuat.Jadi apapun sistem yang diterapkan sebenarnya tidak ada masalah sepanjang pelak-sanaan pemilu diselenggarakan secara luber dan jurdil.Sistem pemilihan sesungguhnya bertindak sebagai wahana penghubung yang memungkinkan rakyat dapat menagih tanggung jawab atau janji wakil-wakil yang telah mereka pilih (Ben Reilly : 1999,halaman 25).Inilah sistem yang ideal.Tapi celakanya sistem penagihan tanggung jawab terhadap janji wakil-wakil rakyat inilah yang belum kita punyai. ***