Rokok Bagi Remaja, Gaya atau Bahaya ?
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di Harian Analisa Medan, 30 Mei 2010
Meski iklan rokok dilarang menampilkan wujud sebatang rokok, namun siapa pun tahu bahwa slogan “enjoy aja”,“buktikan merahmu”,“gak ada loe gak rame”,“gaya dalam pergaulan”,”selera pemberani”,“ekspresikan aksimu” dan semacamnya adalah “ajakan” untuk merokok. Ironisnya iklan tersebut menggunakan gaya bahasa yang sering dipakai para remaja. Para remaja pun dirangsang untuk mencoba rokok.
Iklan tersebut seolah mengatakan jika merokok akan “menjadi” seperti yang mereka slogankan. Rokok seolah menjadi gaya hidup dan citra diri seseorang yang sehat, sukses, eksklusif, gaul dan dinamis. Dalam usahanya memperluas pasar bagi produknya, perusahaan rokok bahkan menjadikan remaja sebagai target utama pemasaran dengan cara mensponsori kegiatan olahraga atau acara pertunjukan musik yang digemari remaja. Mengingat kebiasaan merokok di masa remaja akan terbawa terus sampai dewasa. Image “sesat” yang terus-menerus ditanamkan di benak kita oleh para produsen rokok ini sudah saatnya kita waspadai sebagai salah satu bentuk “cuci otak”.
Di Amerika Serikat, penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan dan University of Michigan pada 2001, dalam sepuluh tahun terakhir ini jumlah remaja AS yang merokok menu-run. Hal ini disebabkan adanya kampanye antirokok yang dilancarkan dengan gencar melalui media massa, di rumah, tempat umum, kampus dan sekolah, serta larangan penjualan rokok bagi anak dan remaja di bawah umur. Iklan rokok dilarang tayang di stasiun televisi nasional. Di negara-negara Eropa, merokok di tempat umum sekarang ini menjadi sebuah pelanggaran denda Rp 60 juta atau kurungan tiga bulan penjara.
Dengan berkurangnya konsumen di negara maju, maka produsen rokok mulai menyerang remaja di negara berkembang seperti Indonesia yang dikenal sebagai surga bagi para perokok. Sekarang semuanya terserah kita. Kalau kita enggak mau jadi korban, sudah saatnya bagi kita untuk berkata tidak. Bagi yang sudah mulai merokok, belum terlambat untuk menghentikannya. Bagi yang belum, enggak usah deh coba-coba. Rokok itu ibarat candu atau narkoba yang bisa menimbulkan penyakit dan menyebabkan ketergantungan.
Kita juga bisa bertindak lebih jauh dari sekadar mengajak teman berhenti merokok. Misalnya, dengan menolak disponsori oleh produsen rokok dalam menyelenggarakan kegiatan keremajaan seperti festival band atau olahraga di sekolah. Walaupun memang kita butuh bantuan dana, tapi kalau hal itu bisa merusak masa depan, kita harus tegas berkata tidak!
Budaya merokok
Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap 31 Mei, bermula dari Sidang Umum Kesehatan Sedunia (WHO) 7 April 1987, resolusi yang dibuat salah satunya adalah “world no-smoking day”, dan mulai tahun 1988 disebut “world no tobacco day” yang diperingati setiap 31 Mei. Hari Tanpa Tembakau Sedunia dicanangkan PBB sebagai bentuk keprihatinan karena jumlah perokok tiap tahun semakin bertambah dan terus merambah perokok pemula yang masih remaja bahkan anak-anak.
Merokok bukan saja menjadi candu pada orang dewasa, tetapi kini merokok juga sudah merebak di kalangan remaja. Survei WHO di 100 negara pada 2004-2006 termasuk Indonesia, terungkap bahwa 12,6% pelajar setingkat SMP adalah perokok dan sebanyak 30,9% mulai mero-kok sebelum usia 10 tahun dan 3,2% dari mereka sudah kecanduan. Remaja wanita juga mulai merokok pada usia 15 tahun. Lingkungan dan keluarga memicunya, lebih dari sepertiga pendu-duk Indonesia merokok. Indonesia menempati posisi ketiga negara perokok terbanyak di dunia setelah China dan India.
Rokok kini seolah telah menjadi bagian dari "gaya hidup" masyarakat. Lebih ironis lagi karena gaya hidup ini telah merambah usia muda, yakni remaja tanggung usia belasan bahkan para remaja putri. Koalisi Untuk Indonesia Sehat, mengumumkan penelitian yang dilakukan pada Oktober-Desember 2007. Bahwa rata-rata remaja putri mulai merokok pada usia 15 tahun. Sekitar 20,33 persen remaja putri juga mengaku pernah merokok meski hanya satu isapan. Bera-gam alasan dikemukakan terkait dorongan untuk merokok.Di antaranya untuk bersantai, tertan-tang untuk melakukan hal yang dilakukan pria, kebiasaan dalam kelompok pertemanan dan agar dapat diterima dalam sebuah kelompok ketika acara kumpul-kumpul atau nongkrong bareng.
Hal di atas sebenarnya tergantung pada kontrol dan kebiasaan di rumah masing-masing. Remaja yang tinggal dalam keluarga yang tanpa larangan merokok biasanya cenderung meng-anggap merokok sebagai hal lazim. Remaja yang tinggal dengan keluarga yang tidak merokok akan tetapi tidak ada aturan larangan merokok juga cenderung lebih berani mencoba merokok. Kebiasaan antirokok biasanya akan berhasil jika tidak ada anggota keluarga yang merokok dan ada larangan keras untuk merokok. Dengan kata lain, larangan merokok (dengan teladan dari orang tua,misalnya yang tidak merokok) dapat membantu remaja membangun sikap anti-merokok dan mencegah rasa ingin mencoba.
Gaya atau bahaya?
Saatnya kita bertanya, merokok itu sebenarnya gaya atau berbahaya? Apakah itu nama-nya gaya jika kita merokok dari uang pemberian orang tua? Apakah itu macho jika kita mengala-mi impotensi akibat rokok? Apakah itu dinamakan gagah jika di hari tua nanti kita menderita aneka macam penyakit akibat rokok?
Asap rokok terdiri atas 4.000 bahan kimia dan 200 di antaranya bersifat racun. Antara lain karbon monoksida (CO), tar dan polycyclic aromatic hydrocarbon yang mengandung zat-zat pemicu terjadinya kanker. Nikotin dapat menimbulkan ketagihan, perokok aktif dan pasif berisiko terkena batuk dengan sesak nafas 6,5 kali dibanding bukan perokok. Peringatan pada bungkus rokok bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin, bukanlah peringatan omong kosong belaka. Peringatan itu dida-sarkan penelitian panjang selama puluhan tahun oleh para dokter dan ahli kesehatan di seluruh dunia. Menurut WHO ada sekitar 400.000 nyawa melayang setiap tahunnya akibat penyakit yang disebabkan rokok.
Penyakit yang disebabkan rokok bukan seperti cabai yang langsung terasa pedas ketika memakannya. Hari ini kita merokok tidak langsung terkena kanker keesokan harinya. Efek negatif merokok bersifat akumulatif dan baru dirasakan tahun-tahun berikutnya. Tapi karena tidak langsung inilah yang menyebabkan banyak orang menganggap remeh bahaya dari rokok.
”Mencegah lebih baik dari mengobati” maka bagi remaja yang tidak mau menderita di kemudian hari akibat digerogoti penyakit akibat rokok, saat ini juga adalah langkah awal pence-gahan terbaik yaitu stop merokok sekarang juga! Lebih baik tidak usah pernah mencoba merokok sama sekali. Merokok itu tidak gaya tapi berbahaya. Merokok itu bukan lambang manusia modern, justru merokok itu lambang manusia primitif karena rokok pertama kali diperkenalkan oleh orang Indian Kuno.
Memang sulit untuk memberikan edukasi atau penjelasan untuk berhenti merokok pada para remaja karena mereka hampir tidak merasakan pengaruh buruk apa pun dari kebiasaan merokok. Gejala-gejala penyakit seperti kanker, sesak napas atau impotensi memang jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 55 tahun ke atas. Para perokok umumnya baru menyesal karena punya kebiasaan merokok waktu mudanya ketika memasuki usia lanjut. Tetapi penyesalan seringkali datangnya terlambat. Akhirnya, segeralah matikan rokok Anda sebelum rokok itu mematikan Anda.***