Ideologi Ketidakwarasan
Oleh : Fadil
Abidin
Anders Behring
Breivik, pada 22 Juli 2011 lalu meledakkan bom di sebuah kantor pemerintahan di
Oslo, Norwegia. Delapan orang
tewas bersamaan dengan luluh lantaknya gedung tersebut. Belum puas, beberapa
jam setalah itu ia memuntahkan peluru ke kerumunan pemuda Partai Buruh yang
sedang berkemping di Utoya Island. Seketika, enam puluh sembilan orang tewas
berlumuran darah.
Dalam sidang
yang digelar di pengadilan Oslo, pria berusia 33 tahun ini dengan lantang mengatakan
"My acts are based on goodness not evil. I would have done it again" (Apa yang saya lakukan kebaikan
dan bukan keburukan. Saya berharap bisa melakukan hal serupa itu lagi).
Hampir setahun kemudian, 20 Juli 2012 penembakan
membabi buta kembali terulang. James
Holmes, 24 tahun, menembakkan ratusan
peluru, membunuh
sekitar 12 orang dan melukai 60
korban lainnya. Penembakan dilakukan pada saat pemutaran perdana film Batman: The Dark
Knight Rises di Teater Film Century Aurora 16, Denver, Colorado, Amerika
Serikat. Dalam insiden tersebut
diberitakan ada 3 WNI yang terluka kena tembakan.
James Holmes ketika ditangkap polisi setelah
melakukan penembakan mengaku sebagai “The Joker”, musuh bebuyutan Batman. Ia
pun merias wajah dan menata rambutnya seperti The Joker. Seperti halnya The
Joker, Homes juga menggunakan senjata api, gas air mata dan bahan peledak dalam
aksinya, juga dibarengi dengan gelak tawa ketika sedang membunuh.
Kesimpulan sementara dari kedua peristiwa di atas
adalah karena ketidakwarasan para pelaku. Breivik tinggal di Norwegia, sebuah
negara yang kaya dan makmur. Tidak ada unsur kebodohan, kemiskinan, dendam
politik atau ketidakadilan ekonomi atau sosial yang menimpanya. Breivik
melakukan pembunuhan massal tersebut memang karena ketidakwarasan yang
disengaja.
James Holmes juga demikian, ia merupakan mahasiswa
S3 jurusan neurosains Universitas Colorado, berarti ia orang berpendidikan.
Tidak ada motif dendam karena diskriminasi sosial maupun ekonomi. Ia sengaja
melakukan pembunuhan massal tersebut karena ketidakwarasan sesaat semata.
Daftar Panjang
Pembantaian di Colorado menambah daftar panjang
pembunuhan massal yang dilakukan warga Amerika terhadap warga Amerika lainnya. Pada
April
2012 lalu,
seorang pria melakukan penembakan di Universitas Kristen Korea di Oakland, California. Tujuh orang tewas dan tiga orang terluka akibat penembakan ini.
seorang pria melakukan penembakan di Universitas Kristen Korea di Oakland, California. Tujuh orang tewas dan tiga orang terluka akibat penembakan ini.
Kemudian pada 7 Agustus 2011, Michael
E. Hance, 51 tahun, membunuh pacarnya dan enam keluarga pacarnya di Copley
Township, Summit County, Ohio. Dia melakukan pembunuhan itu menggunakan dua
pistol. Pada 10 Maret 2009, terjadi pembantaian Jenewa yang terjadi di Jenewa dan
Samson, Alabama, 11 orang tewas. Pelaku bernama Michael McLendon Kenneth, 28,
juga terbunuh dalam kejadian ini. Korban yang tewas adalah anggota keluarganya
sendiri.
Pada 5 Desember 2007, Robert A.
Hawkins, 19, menembak di toko Maur Von di Mall Westroads di Omaha, Nebraska dan
mengakibatkan 8 orang tewas dan tujuh orang luka-luka. Setelah melakukan
penembakan, Hawkins bunuh diri. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan
Penembakan Mall Westroads. Pada 16 April 2007, Cho Seung-Hui, seorang sarjana di Virginia Polytechnic
Institute dan State University, 23 tahun, menembak 32 temannya di asrama dan
ruang kelas di Virginia Tech, di Blacksburg. Akibat peristiwa ini, 25 orang
terluka.
Pada 21 Maret 2005, Jeffrey
Weise, membunuh kakek dan kekasih kakeknya di rumah. Kemudian, dia membunuh
lima teman kuliahnya, guru, dan seorang penjaga keamanan di Universitas Red
Lake di Red Lake, Minnesota. Setelah itu, dia bunuh diri. Tujuh teman kuliah
lain mengalami luka-luka. Pada 8 Desember 2004, Nathan Gale menembak gitaris
Pantera, Darrell Abbott tiga kali di kepala saat tampil di pertunjukkan.
Setelah menembak Abbott, ia menembak kepala securiti, penggemar, dan anggota
band lain. Total empat orang tewas dan tujuh luka-luka.
Kemudian pada 20 April 1999, dua siswa
SMA, Eric Harris, 18, dan Dyland Klebold, 17, meneror sekolah menengah Columbine yang berada di pinggiran kota Denver, sekitar 15
kilometer sebelah barat Aurora. Kejadian ini menewaskan 12 teman sekelasnya,
seorang guru, serta 26 siswa lain luka-luka. Setelah melakukan penembakan itu,
keduanya bunuh diri di perpustakaan sekolah.
Menurut berbagai sumber, warga Amerika Serikat
yang tewas akibat dibunuh oleh senjata api oleh warga AS lainnya, lima kali lebih
besar ketimbang yang terbunuh akibat ulah teroris di dalam dan luar negeri jika
dirata-ratakan setiap tahun. Ketika pemerintah AS selalu takut dibayang-bayangi
teroris dari Timur Tengah, maka musuh sebenarnya adalah warganya sendiri yang
bebas memiliki senjata api.
Paradoks
Hal ini
merupakan sebuah paradoks, jika di negara-negara Afrika atau Timur Tengah,
terorisme dan kekerasan terjadi sebagai akibat ketidakadilan, kemiskinan,
intervensi politik dan budaya, eksploitasi sumber daya alam, dan sebab
eksternal lainnya. Maka di negara-negara maju dan kaya, kekerasan justru
terjadi karena kemakmuran yang mereka capai telah melewati kejenuhan. Segala
kebutuhan jasmani telah terpenuhi, jadi mau apa lagi?
Kejenuhan ini menyebabkan kehampaan, baik secara
psikologis maupun spiritual. Sehingga tidak heran, di AS misalnya, tumbuh subur
ribuan sekte, aliran kepercayaan, ideologi dan agama baru, yang aneh-aneh. Tak
sedikit ideologi ini mempunyai praktik ritual yang ganjil, seperti melakukan
orgi (hubungan seksual secara massal), bunuh diri massal, hingga pengasingan
diri dari dunia luar. Pernah mendengar agama “O” yang konon dicetuskan oleh
pesohor Oprah Winfrey? Agama serbaboleh yang menentang segala bentuk ritual,
kewajiban, dan pemaksaan aturan bagi pengikutnya.
Kehampaan spiritual inilah yang menyebabkan mereka
gampang melakukan ketidakwarasan yang menurut kita sangat konyol. Jika seseorang
melakukan pembunuhan karena motif dendam atau ekonomi. Maka mereka melakukan
tindakan tersebut karena “iseng” saja atau supaya terkenal, suatu tindakan di
luar ketidakwarasan.
Akal sehat tentu
tidak akan pernah dapat mencerna bagaimana seorang yang membunuh banyak orang dengan sadis dapat dengan
bangga mengatakan tindakannya merupakan sebuah kebenaran yang bahkan akan
diulanginya lagi. Tapi itulah 'ideologi ketidakwarasan' yang membuat tindakan para pelakunya melampaui standar logis dan prinsip dasar kemanusian.
Ideologi ketidakwarasan, sebut saja
demikian, dapat berakar dari apa dan dari mana saja. Dari aspek psikologi, para pelaku merasa tidak
bersalah. Apa yang mereka lakukan bukanlah sesuatu yang keji, tapi sesuatu yang
biasa saja.
Lihatlah lontaran kalimat Anders Behring
Breivik, ketika divonis penjara
seumur hidup
Juni lalu, ia malah balik
mengumbar ancaman "I am only one of very many militant nationalists in
Norway and Europe... If our demands are not met this will happen again"
(Saya hanya seorang dari banyak para aktivis nasionalis militan di Norwegia dan
Eropa... Bila tuntutan kami tidak dipenuhi, kejadian serupa akan terulang
kembali). Rasanya, dulu ungkapan
serupa dengan dengan konteks yang berbeda pernah kita dengar dari tayangan TV di Indonesia. Ucapan yang dilontarkan Imam Samudera cs
pasca Bom Bali.
Jadi ketidakwarasan ternyata tidak hanya
didominasi oleh kelompok yang tertindas atau para teroris semata, tapi bisa
juga dilakukan oleh orang yang serba cukup, terpelajar, berpendidikan, hidup di
negara yang teratur dan makmur. Maka sesungguhnya daftar pembunuhan massal akan
terus bertambah, Breivik maupun Holmes, bukanlah yang terakhir. ***