Mencegah Kebiasaan Merokok di Usia Belia


Mencegah Kebiasaan Merokok di Usia Belia
Oleh : Fadil Abidin

Meski iklan rokok dilarang menampilkan orang yang sedang merokok bahkan wujud sebatang rokok sekalipun. Namun siapa pun tahu bahwa slogan seprti “enjoy aja, buktikan merahmu,gak ada loe gak rame, gaya dalam pergaulan, selera pemberani, ekspresikan aksimu, do more talk less, dan semacamnya adalah “ajakan” untuk merokok. Ironisnya iklan tersebut menggunakan gaya bahasa yang kerap dipakai para remaja. Para remaja pun dirangsang untuk mencoba rokok.

Meningkatnya perilaku merokok di kalangan anak dan remaja, tentunya perlu mendapatkan perhatian kita. Pemerintah sebenarnya telah memiliki alat untuk melindungi generasi muda dari bahaya merokok ini. Yakni, melalui produk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan, atau dikenal dengan RPP Tembakau.
Sayangnya, belum lagi RPP tersebut disahkan, muncul berbagai praduga yang keliru terhadap niat di balik pembuatan RPP ini. Hal ini, bermula dari ketidaktahuan atau belum adanya pemahaman isi esensial dari RPP Tembakau. Akibatnya terjadi unjuk rasa yang menentang RPP ini dari para petani tembakau di Jawa Tengah dan Jawa Timur beberapa waktu lalu. Beberapa produsen rokok juga mengancam akan terjadinya PHK massal dan penurunan pembayaran pajak (cukai tembakau) kepada pemerintah.
Pemerintah seakan menghadapi dilema. Bak memakan buah simalakama, di satu sisi ada kewajiban konstitusi agar melidungi warga negaranya dari bahaya rokok. Tapi di sisi lain akan terancam oleh berkurangnya pendapatan negara dari cukai tembakau, dan risiko sosial- ekonomi akibat pembatasan tersebut.  
RPP Tembakau sesungguhnya merupakan turunan dari UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 113 dan 116, sekaligus penyempurnaan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
Pasal 113, mengatur penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Adapun zat adiktif yang dimaksud itu adalah meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif (bersifat kecanduan atau menimbulkan ketergantungan pada pemakai), yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya maupun masyarakat sekelilingnya. Lalu, pasal 116 mengamanahkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

RPP Tembakau
RPP Tembakau tidak melarang orang untuk menanam tembakau, tidak pula melarang orang untuk merokok, namun mengatur supaya tidak menimbulkan kerugian bagi anak-anak dan generasi muda, serta tidak merugikan kesehatan orang lain yang tidak merokok. Caranya dengan mengendalikan penyebaran perokok, rokok dan produk tembakau lainnya.
Pemerintah berperan dalam melakukan pengendalian, seperti aturan di mana seseorang boleh merokok dan tidak, serta mengatur agar perempuan, ibu hamil, anak-anak tidak terkena dampak buruk dari orang yang merokok.
Sebagai contoh, RPP Tembakau menegaskan bahwa Pemerintah Daerah harus menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di fasilitas kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat-tempat umum lainnya yang ditetapkan. Dengan begitu, mulai dari anak-anak, ibu hamil maupun masyarakat umum yang beraktivitas di tempat-tempat tersebut terbebas dari paparan bahaya asap rokok, termasuk iklan rokok.
Untuk mengendalikan penyebaran produk rokok, jumlah batang rokok per bungkusnya juga bakal dibatasi biar harganya naik. Karena, bukan rahasia kalau harga rokok di Indonesia merupakan salah satu yang paling murah di dunia. Harganya cukup terjangkau dengan uang jajan anak-anak dan mendapatkannya juga mudah karena siapa saja boleh membeli rokok.
RPP Tembakau ini juga mengusung aturan yang mewajibkan produsen rokok mencantumkan peringatan kesehatan tidak hanya berupa tulisan seperti, merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Tapi juga berupa gambar yang menunjukkan akibat merokok pada bungkus rokok. Gambar tersebut misalnya, anatomi jantung atau paru-paru yang terserang kanker.  
Menariknya lagi, RPP juga mengatur larangan mencantumkan keterangan atau tanda apapun yang menyesatkan. Misalnya, kata-kata bersifat promotif seperti Light, Mild, Low Tar, Special, Mint, Full Flavor, Premium dan lain-lain yang mengindikasikan kualitas, rasa aman, pencitraan, kepribadian dan sebagainya. Ironisnya, kata-kata tersebut kini justru secara serentak dipakai oleh semua jenis merek rokok.
Kekurangan RPP
Penulis merasa punya opini tersendiri terhadap RPP Tembakau tersebut. Ada kritik yang pantas dikemukakan, yaitu tidak adanya larangan beriklan secara total bagi produk rokok. Jadi iklan rokok, apapun bentuk, media, dan sponsorship yang dibiayai produsen rokok, dilarang mencantum merek rokok yang bersangkutan. Kita harus sepakat, bahwa iklan merupakan pemicu utama terjadinya perilaku merokok di kalangan belia.
Negara-negara Eropa adalah contoh yang melarang iklan rokok sama sekali. Beberapa perusahaan rokok yang mensponsori even olahraga semisal balap Formula-1, dilarang mencantumkan merek rokok, simbol bahkan warna khas identitas dari bungkus rokoknya. Sehingga tidak heran dalam lima tahun terakhir ini jumlah remaja di negara-negara Eropa yang merokok menurun.
Hal ini disebabkan adanya kampanye antirokok yang dilancarkan dengan gencar melalui media massa, di rumah, tempat umum, kampus dan sekolah, serta larangan penjualan rokok bagi anak dan remaja di bawah umur. Iklan rokok dilarang tayang di stasiun televisi, radio, jejaring sosial, lewat spanduk, baliho, dan sponsorship suatu even olahraga. Merokok di tempat umum menjadi sebuah pelanggaran denda Rp 60 juta atau kurungan tiga bulan kurungan penjara. 
Merokok bukan saja menjadi candu pada orang dewasa, tetapi kini kebiasaan merokok juga sudah merebak di kalangan remaja. Survei WHO di 100 negara pada 2004-2006 termasuk Indonesia, terungkap bahwa 12,6% pelajar setingkat SMP adalah perokok dan sebanyak 30,9% mulai merokok sebelum usia 10 tahun dan 3,2% dari mereka sudah kecanduan. Lingkungan dan keluarga pemicunya, lebih dari sepertiga penduduk Indonesia merokok. Indonesia menempati posisi ketiga negara perokok terbanyak di dunia setelah China dan India.
Untuk itu, upaya-upaya promotif dan penyebaran iklan rokok yang bisa menginisiasi perokok pemula di kalangan anak dan remaja harus dikendalikan. Bagaimana pun anak-anak merupakan generasi penerus yang kelak akan menerima tongkat estafet bangsa ini ke depan. Ketika menyangkut nasib bangsa, tentunya kita tidak boleh terus berdiam diri melihat anak-anak kita terpapar rokok dan asap rokok.
Kita tentu tidak mau meninggalkan generasi muda yang penyakitan akibat rokok,  karena menurut WHO ada 24 penyakit fatal yang disebabkan oleh asap rokok. Generasi yang lebih tua seharusnya memberikan contoh dengan tidak merokok. Akhirnya, segeralah matikan rokok Anda sebelum rokok itu mematikan Anda. ***