Telenovela Betty
dan Anak Menteri
Oleh :
Fadil Abidin
Sekitar
tahun 2000-an tayangan telenovela sempat merajai acara di stasiun-stasiun
televisi kita dan digemari penonton yang mayoritas ibu-ibu dan kaum perempuan.
Laki-laki biasanya tidak suka menonton telenovela, yaitu sinetron drama yang
berasal dari Amerika Latin. Tapi ada satu-satunya telenovela yang saya tonton
dari awal hingga akhir yang berjudul “Betty La Fea” berasal dari Columbia, jika
diartikan menjadi “Betty si Buruk Rupa”. Film layar lebar versi Hollywoodnya
“The Ugly Betty”.
Cerita
dimulai ketika perusahaan fashion Ecomoda berganti manajemen dari ayah kepada
anaknya yaitu Armando. Ecomoda adalah perusahaan yang didirikan oleh Mendoza
dan Valencia. Kedua orangtua ini kemudian menjodohkan putra-putrinya yaitu
Armando dan Marcela. Marcela tahu kalau Armando tipe pria yang playboy, suka
hura-hura, dan punya selingkuhan di mana-mana.
Marcela
kemudian memilih Beatriz Pinzon alias Betty yang “buruk rupa” sebagai
sekretaris agar tidak dirayu oleh Armando. Tampilan si Betty ini memang
“hancur”, rambut ‘brekele’ berponi, kaca mata tebal, gigi tidak teratur pakai
bekhel, suara sengau, kalau tertawa terdengar seperti orang mengorok, gaya
pakaiannya sangat kuno, cara jalannya canggung, dan miskin. Walaupun sering tak
dianggap, diejek, dihina, dan difitnah oleh teman-teman sekantornya. Betty
adalah seorang yang cerdas dan punya ide-ide kreatif.
Ecomoda
di bawah ketidakbecusan Armando mengalami kemunduran, kredit macet, dan
terlibat penyeludupan garmen. Ecomoda terancam bangkrut karena diblacklist sehingga
bank tidak lagi mau memberi kredit. Armando kemudian memerintahkan Betty untuk
membuat perusahaan baru, Terra Moda. Terra Moda dengan Betty sebagai
direkturnya berhasil meminta kredit dari bank dan memberikan pinjaman uang pada Ecomoda yang tengah krisis.
Terra
Moda di bawah manajemen Betty justru mengalami kemajuan. Betty berhasil menginvestasikan uang dan menaikkan modal perusahaannya. Lewat ide-ide
cemerlang, inovasi dan kreativitasnya perusahaan ini pun sukses, dan bahkan pada akhirnya mengakuisisi Ecomoda. Dan seperti halnya cerita
dongeng, telenovela ini pun ditutup dengan happy
ending.
Telenovela
Anak Menteri
Di
Indonesia ternyata ada kisah yang mirip telenovela Betty La Fea di atas, cuma bedanya telenovela ini berakhir dengan sad ending bahkan tragis. Para pihak
yang terlibat di dalamnya tengah diadili karena kasus korupsi, dan dua orang
yang terlibat kasus ini meninggal mendadak dalam tahanan.
Kisah
dimulai dari anak Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarifuddin Hasan,
Riefan Avrian (RA). Sebagai anak menteri RA tentu tahu peluang-peluang untuk
memenangkan tender proyek APBN di kementerian yang dipimpin ayahnya. RA
sebenarnya telah mendirikan PT Rifuel, tapi untuk menutupi kolusi dan
nepotismenya RA mendirikan perusahaan baru, PT Imaji Media. Dan diangkatlah
Hendra Saputra (HS) seorang pesuruh kantor (office boy/OB) di PT Rifuel yang
pendidikannya hanya sampai kelas 3 SD untuk menjadi direktur di PT Imaji Media.
PT
Imaji Media kemudian memenangkan tender proyek pengadaan videotron di
Kementerian Koperasi sebesar Rp 23,5 miliar. RA kemudian membuat surat utang
yang seolah-olah menyatakan bahwa HS selaku direktur PT Imaji Media meminjam
modal sebesar Rp 10 miliar kepada RA dengan bunga 2 persen per bulan. Pinjaman
dan bunga ini harus dibayar jika PT Imaji telah memperoleh pembayaran dari
pengerjaan proyek di Kementerian Koperasi. Bahkan RA memperalat HS agar diberi
kuasa untuk menarik semua
uang di rekening PT Imaji di Bank BRI jika telah dibayar Kementerian
Koperasi.
Kebusukan ini tercium dan aroma dugaan korupsi videotron bermula dari temuan audit Badan
Pemeriksa Keuangan pada Februari - Mei 2013 yang menyebutkan pengadaan videotron tak sesuai
spesifikasi. BPK juga menyatakan terjadi kelebihan pembayaran Rp 2,695 miliar.
Sedangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memperkirakan kerugian
negara dalam proyek itu Rp 4,78 miliar.
HS si pesuruh kantor dan
merangkap supir yang mendadak jadi direktur pun dijadikan tersangka oleh
Kejaksaan Tinggi Jakarta. RA kemudian menyembunyikan HS ke Samarinda,
Kalimantan Timur. HS pun menjadi buronan. Selain HS ditetapkan juga 2 tersangka
lain yaitu pejabat Kemenkop dan UKM. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen Hasnawi Bachtiar, dan
Anggota Panitia Lelang Kasiyadi.
Tersangka
Bachtiar merupakan tahanan Kejati DKI Jakarta yang dititipkan di Rutan
Cipinang. Bachtiar yang notabene adik ipar Menkop dan UKM Syarif Hasan telah
meninggal. Kematiannya pun
menimbulkan kejanggalan. Bachtiar diduga tewas di Rutan Cipinang, namun
dibantah oleh Kejati DKI Jakarta, bahwa dia meninggal dunia di Rumah Sakit
Polri Keramat Jati. Sebelumnya tersangka lainnya yakni Kasiyadi juga telah
tewas.
Sementara RA dalang dari semua kasus
korupsi ini pada awalnya tetap melenggang bebas. Tapi setelah HS tertangkap dan
diadili, baru terungkap siapa RA itu sebenarnya. Setelah mengungkap fakta-fakta
dan bukti di persidangan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kemudian menetapkan RA sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan videotron pada 16 Mei 2014.
Si OB yang
Malang
HS
mungkin pesuruh kantor atau office boy alias OB paling malang sedunia.
Bayangkan, ia hanya berpendidikan kelas 3 SD, tapi dituduh terlibat korupsi
yang sama sekali tidak diketahuinya. Pada awalnya ia bekerja sebagai buruh
bangunan, kemudian menjadi petugas cleaning servis, lalu menjadi OB merangkap
supir. Ia hanya digaji Rp 850.000 per bulan.
Ia
tak kuasa ketika majikannya RA yang berkuasa karena anak menteri, memerintahkan
ia untuk menjadi ‘direktur boneka’ di PT Imaji. Di bawah bayang-bayang
ketakutan akan pemecatan, apalagi ia tidak berpendidikan, tentu akan kesulitan
mencari pekerjaan yang lain. HS pun hanya pasrah ketika diangkat menjadi
direktur dan namanya didaftarkan di akte notaris.
HS
pun tak mengerti ketika harus diperintahkan untuk menandatangani surat utang
dan sekaligus surat kuasa kepada RA untuk menarik semua dana PT Imaji jika
telah memperoleh dana dari Kementerian Koperasi. HS pun tak tahu menahu ketika
ia dijadikan tersangka korupsi dan diperintahkan RA untuk bersembunyi di
Samarinda.
Fakta
di persidangan mengungkapkan bahwa HS hanya diberi Rp 19 juta oleh RA sebagai
direktur boneka PT Imaji dari kemenangan tender proyek sebesar Rp 23,5 miliar.
Kini HS hanya bisa menyesali nasib akibat kebodohannya, ketidakberdayaannya,
dan kemiskinannya. Ia meringkuk di tahanan, sementara anak-istrinya terlantar.
Belum lagi ancaman ketakutan akan kematian seperti yang telah menimpa 2
tersangka lainnya yang tewas di tahanan.
Hendra
Saputra si OB memang bukanlah Betty si sekretaris yang buruk rupa dalam
telenovela, sehingga akhir kisahnya juga berbeda. Betty yang cerdas berhasil
membalikkan keadaan dari orang-orang yang coba memperalat dirinya. Sementara si
HS tidak mampu mengatasinya, baik karena ketidaktahuannya karena berpendidikan
rendah, juga karena harus menghadapi orang yang sangat berkuasa atas dirinya.
Barangkali
untuk membantu penderitaan HS dan keluarganya, sudi kiranya para produser atau
pembuat skenario sinteron atau film untuk mengangkat kisah ini. Dan jangan lupa
untuk membayar royalti kepada HS dan keluarganya. Ah, dunia ini memang panggung
sandiwara! ***