Menangkis
Pengaruh ISIS
Oleh : Fadil Abidin
Beberapa
bulan lalu, beberapa kota besar di Indonesia ada pawai dan pengumpulan massa
untuk mendukung ISIS. Mereka bebas berorasi dan menggelar rapat umum di
tempat-tempat terbuka. Ada yang sekadar ikut-ikutan tanpa mengetahui secara
pasti apa itu ISIS.
Kosakata Islamic State atau Daulah Islamiyah (Negara
Islam) menarik perhatian sebagian kecil umat Islam yang merindukan kekhalifahan
Islam. Padahal ISIS kemudian diketahui sebagai metamorfosis dari organisasi teroris
Al Qaidah, bahkan belakangan Al Qaidah juga tidak sepaham lagi sebab ISIS
dianggap lebih biadab dan menodai perjuangan Al Qaidah yang targetnya
fasiltas-fasiltas militer dan kepentingan asing di Timur Tengah.
Pemerintah pun dianggap
lamban menangani penyebaran ISIS dengan tidak adanya peraturan yang menyatakan
ISIS sebagai organisasi terlarang. Lama kelamaan pemerintah Indonesia menjadi
sadar bahwa kerepotan yang disebabkan oleh hadirnya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) jauh melebihi yang dibayangkan
semula. Menurut data saat ini ada sekitar 600 WNI yang bergabung menjadi
anggota ISIS, dan jumlahnya kian bertambah setiap waktu.
Bila harumnya
aroma jihad yang dihembuskan saat perang Afghanistan versus Uni Sovyet hanya mengajak
kaum Mujahidin seluruh dunia tanpa mengikutsertakan keluarga. Maka wanginya
bujuk rayu ISIS mampu ‘menghijrahkan’ seluruh anggota keluarga lengkap untuk
menjadi warga negara ISIS. Iming-iming mendapat pahala surga dan uang banyak sekaligus
memang amat susah ditolak.
Konon ISIS sanggup
menggaji mereka yang bertugas di kombatan maupun bidang non tempur sampai
dengan Rp 156 juta sebulan. Sebagai ‘negara’ memang ISIS tidak hanya
membutuhkan prajurit saja, namun juga juru masak, logistik, dokter, dan paramedis
misalnya. Selain itu mereka juga memerlukan orang-orang yang bisa mengelola
sumur-sumur minyak yang dikuasai yang menjadi salah satu sumber pemasukan
selain modus minta tebusan lewat penyanderaan, penjualan opium,
perampokan, dan penjarahan.
Media sosial dianggap
ikut ‘berdosa’ dengan menyebarkan paham ISIS secara masif ke masyarakat. Juga
adanya tokoh-tokoh teroris lokal seperti Abu Bakar Baashir dkk. yang secara
terbuka berbaiat kepada Abu Bakar Al Baghdadi pemimpin ISIS, kian membius
orang-orang yang berpandangan picik berbondong-bondong ingin hijrah ke ‘negara’
ISIS.
Propaganda
Menjadi
pertanyaan, mengapa banyak WNI yang terpengaruh dan ingin bergabung ke ISIS?
Menurtu Data BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), seperti
dilansir Koran Sindo (17/3/2015),
selain faktor emosi ideologi agama, iming-iming fasilitas yang diberikan
membuat sejumlah WNI tertarik bergabung, antara lain: 1. Mendapat gaji hingga
Rp156 juta per bulan.
2. Jaminan kesejahteraan anak-anak. ISIS
menawarkan jaminan kesejahteraan bagi anak-anak anggotanya. Konon ISIS menjanjikan
membuka sekolah khusus anak-anak dan disediakan pelatihan bagi mereka. 3. Kiriman
uang langsung ke Indonesia. ISIS telah menempatkan agen ke Indonesia dan
mengirim uang untuk mendanai perjuangan simpatisannya. Melalui dana itu,
simpatisan ISIS di Tanah Air akan dapat beroperasi dengan leluasa.
4. Sudah punya wilayah. ISIS telah mengklaim
wilayahnya membentang dari Suriah hingga Irak. Selain itu, ISIS mempunyai banyak
simpatisan di berbagai negara di dunia. 5. Pejuang asing akan mendapat
perempuan sebagai pendamping hidup selama berada di wilayahnya.
Jika ditelaah
lebih mendalam, janji-janji atau propaganda untuk merekrut anggota ala ISIS
tersebut tidaklah masuk akal. Janji gaji Rp 156 juta per bulan hanyalah omong
kosong belaka. Hal ini diketahui dari beberapa anggota ISIS yang kemudian
keluar dan kembali ke Indonesia.
Menurut banyak
ahli ekonomi, tidaklah mungkin ISIS mampu membayar Rp 156 juta per bulan kepada
setiap anggotanya. Apalagi wilayah ISIS dari hari ke hari semakin berkurang
karena gempuran dari beberapa negara. Keuangan ISIS akan krisis dalam waktu
tidak sampai setahun, kecuali mereka berhasil kembali menguasai ladang-ladang
minyak dan sukses menjual opium keluar negeri.
Penyediaan sekolah
dan tempat pelatihan untuk anak-anak para anggotanya juga tidak mungkin karena
ISIS tidak punya wilayah tetap. Mereka selalu nomaden, berpindah-pindah tempat.
Ketika mereka menguasai kota, mereka seperti bajak laut yang menjarah semua isi
kota. Mereka membunuh semua orang tanpa pandang bulu, anak-anak, wanita atau
orang tua yang tidak sepaham dengan mereka. Mereka akan keluar dari kota
tersebut jika tidak sanggup lagi bertahan karena gempuran balik dari tentara
pemerintah sekitar. Jadi apapun bujuk rayu dan propaganda ISIS untuk merekrut
anggota adalah sebagai bentuk pembohongan semata.
Lebih Kejam
Kesadaran
akan bahaya ISIS saat ini terpicu saat ISIS menyebarkan video-video kesadisan
mereka dalam mengeksekusi para sandera lewat internet. Kebiadaban mereka jelas
bukan menggambarkan sebagai kelompok yang agamis, justru lebih menggambarkan
kelompok-kelompok yang anti-agama dan anti-tuhan.
Nyawa
manusia lain yang tidak sepaham dengan mereka dianggap tidak berharga. ISIS
kerap menteror warga dunia dengan unggahan foto-foto atau video bagaimana
mereka menghilangkan nyawa manusia. Ada yang digantung, dirajam, dimutilasi, ditembak,
digorok lehernya, dipancung, hingga dibakar.
Kosakata
jihad yang mereka propagandakan hanya kamuflase untuk menutupi wajah iblis
mereka. Mereka justru memerangi kaum muslimin dan membuat kekacauan di beberapa
negara Islam. Sumber dana untuk menopang gerakan mereka juga didapat dari
sumber yang haram, misalnya perampokan, penjarahan, pemerasan, penipuan,
penjualan opium, dan uang penebusan sandera.
Jadi,
hanya orang-orang yang buta hati dan pikirannya yang mau bergabung dengan ISIS.
Orang-orang seperti ini mungkin orang yang sudah berputus asa. Putusa asa
dengan keadaan ekonomi, realitas politik, atau relasi sosialnya sehingga
terbesit dalam pikirannya, daripada stres dan mati bunuh diri, maka lebih baik
bergabung dengan ISIS. Di sana mereka akan dapat uang dan ada harapan ‘mati
syahid’. Kesadaran keagamaan yang dangkal inilah yang menyebabkan seseorang
mudah terbujuk.
Antisipasi
Sudah
saatnya pemerintah membuat payung hukum yang menyatakan ISIS sebagai organisasi
teroris dan terlarang di Indonesia. Segala upaya baik sosialisasi, bantuan
dana, baiat, sumpah setia, simpatisan, penyebaran propaganda, pengajaran,
pembuatan situs-situs atau selebaran yang pro-ISIS dapat dianggap sebagai
perbuatan melawan hukum.
Pemerintah
seperti biasa bertindak terlambat, setelah sekian ratus WNI bergabung ke ISIS
baru tampak ‘kebakaran jenggot’. Pengetatan izin tinggal, visa atau paspor ke
negara-negara di sekitar wilayah yang dikuasai ISIS hanya itulah yang bisa
diantispasi oleh pemerintah. Tapi pengetatan ini jangan sampai berimbas pada
semakin bertele-telenya perizinan umat Islam yang ingin pergi umrah atau
berziarah ke tanah suci.
Antisipasi
yang dilakukan oleh pemerintah juga harus didukung oleh seluruh komponen yang
ada. Ormas-ormas Islam seperti MUI, Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Al Washliyah,
ormas-ormas dakwah lainnya, ulama, ustadz, ustadzah, organisasi kemahasiswaan
seperti HMI, IMM, dan sebagainya agar tak henti-hentinya menerangkan kesesatan
ISIS di ceramah, pengajian, diskusi, atau ketika Shalat Jumat.
Kita
patut waspada karena menurut BNPT ada lebih dari 20 ormas di Indonesia yang pro
kepada ISIS. ISIS melalui kaki tangannya terus berupaya mencari anggota, dana,
dan simpatisan, baik melalu media sosial yang konon punya 48.000 akun Twitter
dan ribuan situs lainnya. Mereka juga bergerak ‘door to door’, baik untuk
mencari dana maupun anggota.
Kebutuhan
payung hukum yang menempatkan ISIS sebagai organisasi terlarang sudah sangat
mendesak. Pihak Polri mengaku kesulitan untuk melarang ormas yang terafiliasi
ISIS karena ada banyak jenis berserikat dan berkumpul, ada yayasan dan
perserikatan yang berbadan hukum yang tidak bisa dibubarkan begitu saja.
Karena
ketiadaan hukum, Mabes Polri juga menyatakan sulit untuk mengambil tindakan
soal ISIS karena tak punya instrumen hukum untuk menjerat mereka yang
bersimpati, mengumpul dana, menyebarkan propaganda, bahkan perekrutan anggota.
UU Anti-Terosisme yang dipakai untuk menjerat mereka juga sangat lemah, karena
mereka tidak (atau belum?) melakukan tindakan teror di Indonesia.
Untuk menangkis pengaruh ISIS di Indonesia,
maka ISIS harus ditetapkan dulu sebagai organisasi terlarang. Jika ISIS sudah
ditetapkan sebagai organisasi terlarang, maka akan memudahkan Polri dalam
melalukan tindakan.
ISIS juga harus dijadikan sebagai musuh
bersama. Aparat pemerintahan terkecil dan masyarakat diharapkan lebih peduli dengan
kedatangan orang-orang asing di wilayahnya. Semua keluarga muslim juga harus
membentengi diri dan anggota keluarga lainnya dari pengaruh dan bujuk rayu
ISIS. Pemahaman agama yang komprehensif, prinsip hablumminallah dan habluminannas
serta ajaran Islam yang rahmatan lil
alamin harus menjadi fundamen dasar kita dalam hidup beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. ***