Kabinet Kerja Setahun
Oleh : Fadil Abidin
Belum
genap dua tahun pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla, susunan kabinet telah
mengalami dua kali pergantian (reshuffle). Hal ini berarti masa kerja beberapa
menteri hanya selama setahun bahkan ada yang kurang dari setahun. Reshuffle
kabinet adalah hak prerogatif presiden, sehingga pergantian menteri setiap
tahun adalah suatu keniscayaan.
Joko
Widodo - Jusuf Kalla dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20
Oktober 2014. Kabinet Jokowi - JK dinamakan Kabinet Kerja, pertama kali
dilantik 27 Oktober 2014, ada 34 kementerian yang dibentuk. Kabinet ini memang
tak pernah lepas dari sorotan media karena kinerjanya tidak optimal.
Belum sampai setahun Kabinet
Kerja, pada 12 Agustus 2015, Presiden Jokowi melakukan Reshuffle Jilid I. Presiden melantik enam orang menteri yang
diharapkan mampu memperbaiki kinerja Kabinet Kerja, yaitu antara lain, Menko Perekonomian
Darmin Nasution yang menggantikan Sofyan Djalil, Menko Polhukam Luhut Binsar
Pandjaitan menggantikan Tedjo Edhi Purdijanto, Menko Kemaritiman Rizal Ramli
menggantikan Indroyono Soesilo, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong
menggantikan Rahmat Gobel, Menteri Bappenas/PPN Sofyan Djalil menggantikan
Andrinof Chaniago, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menggantikan Andi
Widjajanto.
Setelah dilaksanakan
Reshuffle Jilid I, ternyata Kabinet Kerja belum juga menunjukkan kinerja yang
memuaskan. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, hanya berhasil mencapai
5,02 persen. Bahkan sering terjadi polemik, silang pendapat, saling kritik, dan
kegaduhan antar para menteri menyangkut beberapa persoalan. Kegaduhan para
menteri inilah yang membuat wacana reshuffle kabinet sejak awal tahun lalu
telah digaungkan.
Tapi Presiden Jokowi
tidak langsung melakukan reshuffle, karena beliau sedang menunggu perkembangan situasi
politik dan suksesi kepemimpinan di beberapa partai politik. PPP sedang
bertikai dan terjadi dualisme kepemimpinan. PPP yang selama ini menjadi oposisi
diharapkan bergabung ke pemerintahan walaupun sampai saat ini belum ada
pernyataan resmi (walaupun Menteri Agama berasal dari PPP). PAN juga mengalami
suksesi kepemimpinan ketua umum, dan akhirnya bergabung ke pemerintahan.
Partai Golkar sebagai
partai terbesar kedua di parlemen juga mengalami konflik dualisme kepemimpinan.
Setelah mengalami mediasi oleh Wapres Jusuf Kalla, Presiden Jokowi hingga
Menteri Hukum dan HAM, akhirnya Partai Golkar mengadakan rekonsiliasi dan
Munaslub. Ketua umum terpilih juga akhirnya bergabung ke pemerintahan.
Koalisi
Gemuk
Koalisi Indonesia Hebat
(KIH) yang mengusung Jokowi-JK pada awalnya hanya didukung oleh PDIP, Nasdem,
PKB, dan Hanura. Di parlemen, KIH hanya memiliki 208 kursi di DPR dan kalah
banyak dengan Koalisi Merah Putih (KMP) yang memiliki 291 kursi, sementara
Partai Demokrat (61 kursi) bersikap netral. Akibatnya, jabatan-jabatan fraksi
dan jabatan alat kelengkapan DPR disapu habis oleh KMP. Rapat dengar pendapat
(RDP) para menteri dengan komisi-komisi di DPR juga kerap ricuh. Hambatan di
parlemen inilah yang barangkali membuat pemerintahan Jokowi-JK berusaha mencari
“teman” politik sebanyak mungkin.
Selama hampir dua tahun
pemerintahannya, Jokowi ternyata berhasil mencari “teman baru”. PAN dan Partai
Golkar pun bergabung, sehingga KIH memiliki 348 kursi di DPR, dan kemungkinan
akan bertambah lagi 39 kursi jika PPP bergabung secara formal, sehingga total
menjadi 386 kursi di DPR. Sementara KMP hanya menyisakan Partai Gerindra (73
kursi) dan PKS (40 kursi). Sementara Partai Demokrat (61 kursi) menyatakan diri
sebagai “penyeimbang”, walaupun faktanya, komposisi koalisi-oposisi saat ini sudah
tak mungkin diseimbangkan lagi.
Koalisi “gemuk” ini
tentu harus dijaga dengan pemberian insentif “kue” kekuasaan, dalam hal ini
jabatan menteri. Menimbang, kinerja para menteri pada Reshuffle Jilid I belum
maksimal, dan ditambah adanya terjadi “kegaduhan” di antara para menteri, maka
Presiden Jokowi melakukan Reshuffle Jilid II pada 27 Juli 2016.
Lihatlah fakta berikut:
pelantikan menteri Kabinet Kerja 27 Oktober 2014, Reshuffle Jilid I 12 Agustus
2015 dan Reshuffle Jilid II 27 Juli 2016. Masa kerja beberapa menteri tidak
sampai setahun. Ada menteri yang digantikan dengan menteri yang baru, tanpa
menjabat menteri lagi. Ada menteri yang hanya berganti jabatan atau menjabat
menteri yang lain.
Jika dalam Reshuffle Jilid I hanya ada 6
menteri yang direshuffle, maka dalam Reshuffle Jilid II ada 12 menteri yang
mengalami pergantian atau berganti posisi. Terlepas dari istilah “politik
dagang sapi” atau politik bagi-bagi kekuasaan. Reshuffle ini tentu saja
mengakomodir kader-kader partai politik yang telah bergabung dengan koalisi pemerintahan,
walaupun komposisinya masih seimbang dari kalangan profesional.
Hal
Unik
Ada
beberapa hal yang unik dalam reshuffle kali ini. Sofyan Djalil telah tiga kali
berganti posisi, awalnya Menko Perekonomian kemudian menjadi Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Ketua Bappenas, dan kini menjadi Menteri
Agraria dan Tata Ruang. Di era pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), Sofyan Djalil pernah jadi Menteri Negara BUMN dan Menteri
Komunikasi dan Informatika.
Kementerian
yang kerap mengalami pergantian adalah Kementerian Koordinator Kemaritiman,
selama 22 bulan Kemenko Maritim, telah tiga kali ganti
menteri. Kementerian baru ini dibuat untuk mewujudkan salah satu
program Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Tapi,
belum dua tahun, kementerian ini sudah tiga kali berganti menteri.
Menteri
pertama yang menjabat adalah Dwisuryo Indroyono Soesilo kemudian digantikan oleh
Rizal Ramli. Rizal Ramli pun mengubah nama kementerian dengan menambahkan
sumber daya menjadi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya.
Perubahan nama nomenklatur kementerian ini sempat menimbulkan polemik.
Salah
satu yang menjadi sorotan adalah perseteruan Rizal dengan Menteri ESDM Sudirman
Said terkait blok Masela. Rizal menginginkan agar pembangunan kilang
menggunakan skema pipanisasi di darat (onshore), sedangkan Sudirman Said
menginginkan kilang dibangun di laut menggunakan skema LNG terapung (floating/offshore).
Presiden Jokowi akhirnya memutuskan pembangunan kilang dilakukan di darat.
Karena “gaduh” kedua menteri ini pun direshuffle. Rizal Ramli kemudian
digantikan Luhut Binsar Pandjaitan yang bergeser dari Menko Polhukam.
Seperti halnya
Sofyan Djalil, Luhut Binsar Pandjaitan juga tak tergantikan, tetap bertahan di
kabinet lewat rotasi. Pada awalnya Luhut menjabat Kepala Staf Kepresidenan, kemudian menjadi Menko Polhukam,
dan kini menjadi Menko Kemaritiman.
Kembalinya Sri
Mulyani menjadi Menteri Keuangan tentu menjadi trending topic tersendiri. Segudang prestasi tapi juga ada
bayang-bayang skandal Bank Century di masa lalunya. Pada 2002-2004 menjabat Executive Director di IMF. Tahun 2004-2005
menjabat Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas. Tahun 2008-2009 Menjadi Pelaksana
Tugas Menko Perekonomian. Tahun 2005-2010 Menteri Keuangan, dan 2010-2016
Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Sebagai Managing Director and Chief Operating Officer di Bank Dunia, Sri
Mulyani bertanggung jawab kepada operasi Bank Dunia di seluruh dunia. Dia
melayani institusi dan negara partner Bank Dunia dengan sangat ahli, dan banyak
mendapat pujian. Dengan segudang prestasi ini diharapkan perekonomian Indonesia
akan meningkat.
Jadi, ada yang belum setahun menjadi menteri sudah
diberhentikan. Ada yang belum setahun menjadi menteri sudah dirotasi ke jabatan
menteri yang lain. Ada pula yang belum dua tahun baru kali ini diberhentikan.
Tapi ada pula yang “langganan” menjadi menteri.
Terlepas dari modal
“backing” partai politik atau diangkat menjadi menteri karena profesionalisme,
prestasi dan kapabilitasnya. Reshuffle kabinet adalah hak
prerogatif presiden, sehingga pergantian menteri setiap tahun adalah suatu
keniscayaan. ***