BMKG dan Peringatan Menghadapi Bencana
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di Harian Analisa Medan, 9 Januari 2011
Jika kita berbicara tentang bencana seperti gempa bumi atau cuaca buruk, maka asosiasi kita langsung tertuju kepada BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) yang sering muncul di running text (teks berjalan) di televisi atau acara prakiraan cuaca. BMG inilah yang memberikan informasi tentang cuaca hari ini, esok hari, atau memberikan peringatan jika ada hal-hal yang luar biasa. Misalnya peringatan dini terhadap Tsunami, badai, dan sebagainya. BMG bekerja seperti layaknya radar yang senantiasa mendeteksi bencana yang diperkirakan akan muncul.
Secara umum, meteorologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang atmosfer khususnya dalam hal prakiraan dan gejala-gejala cuaca. WMO (World Meteorological Organization) yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa bersama-sama dengan 188 anggotanya, setiap saat selalu memperhatikan fenomena yang terjadi di muka bumi. Dan setiap tahun WMO selalu mencanangkan gerakan internasional untuk melakukan pengamatan, penelitian dan usaha penanggulangan untuk mengatasi penurunan derajat kerusakan iklim dunia, pemanasan global dan sebagainya. Misalnya melalui diskusi, seminar atau kegiatan ilmiah lainnya yang diikuti oleh para pakar dari bebagai disiplin ilmu, mulai dari para pakar meteorologi, klimatologi, lingkungan hidup dan lainnya.
Cuaca didefinisikan sebagai keadaan rata-rata udara pada batas waktu tertentu dan tempat tertentu. Sedangkan iklim berasal dari bahasa Yunani, klima, diartikan sebagai kecenderungan (inclination). Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah yang luas dalam jangka waktu yang cukup lama. WMO mendefinisikan iklim sebagai total seluruh elemen atmosfer seperti penyinaran matahari (lama dan intensitasnya), kelembaban, awan, hujan dan angin (arah dan kecepatan) dalam jangka waktu 30 tahun.
Jadi menjelaskan sistem iklim bumi ke depan, apalagi memprediksikannya bukanlah pekerjaan yang gampang. Ada banyak faktor dan variabel yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya dikategorikan ke dalam tiga grup. Pertama, faktor utama meliputi semua unsur pembawa secara langsung dan tidak langsung sistim iklim itu sendiri, misalnya dinamika glasier, lautan dan pola-pola alami iklim permukaan bumi (siklus air, sirkulasi atmosfer, es dan salju, uap air dan awan). Faktor kedua adalah gaya-gaya yang berpengaruh selain faktor utama tersebut misalnya pemanasan global yang disebabkan emisi gas rumah kaca, pergeseran lempeng tektonik, dan radiasi matahari, termasuk pula aktifitas vulkanik dan perubahan orbit bumi. Faktor ketiga adalah aktivitas manusia misalnya penggunaan dan pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi), aerosol (gas CFC yang dilepaskan AC dan kulkas), industri, pembalakan hutan dan perubahan tata guna lahan.
Puncak Kerapuhan
Sebagaimana kita tahu, unsur iklim seperti temperatur dan curah hujan, sangat bergantung kepada keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Secara rata-rata jumlah radiasi matahari yang diserap bumi akan sama dengan jumlah radiasi yang dilepaskan ke atmosfer, sehingga radiasi yang dilepas ini menyebabkan atmosfer bumi kita menghangat. Radiasi matahari dan atmosfer merupakan determinan utama dari sistim iklim bumi.
Di Indonesia, badan pemerintah yang mempunyai tugas dibidang meteorologi, klimatologi dan geofisika, adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Lalu apa bedanya dengan BMG? Dulu memang namanya BMG, namun seiring dengan semakin bertambah tugas, kewenangan dan tanggung jawabnya, pemerintah melalui Peraturan Presiden No.61 Tahun 2008 memutuskan BMG berubah menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang disingkat BMKG.
BMKG saat ini menjadi badan yang sangat penting dan telah tersebar di berbagai pelosok tanah air. Dengan peralatan yang mulai dimodernisasi dan didukung oleh sumber daya manusia yang terlatih, BMKG mencoba menyajikan data-data prakiraan yang akurat tentang cuaca dan kondisi lainnya. Bencana, baik yang dari kondisi alam esktrim dan buatan beberapa tahun terakhir telah berlangsung di Indonesia. Tidak ada indikasi bencana akan reda. Bahkan perkembangan akhir-akhir ini terkesan semakin meningkat dan meluas di kawasan yang semula tidak terjadi bencana.
Ini dapat dipelajari dan kaji sebagai dampak variabilitas cuaca dan iklim. Kondisi saat ini memang begitu mengkhawatirkan, beberapa waktu lalu muncul bencana yang memakan korban harta dan jiwa, mulai dari banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang/puting beliung, guntur dan sambaran petir yang kerap memakan korban jiwa. Kejadian-kejadian ini sebenarnya telah menjadi fokus perhatian para peneliti dan praktisi yang terkait. Namun belum terlihat upaya dalam pengelolaan bencana, khususnya menyusun langkah tindakan terencana yang komprehensif dalam mitigasi dan antisipasi. Persepsi ini diketengahkan karena pengalaman menunjukan, setelah bencana berlalu, kondisi alam kembali ditinggalkan dan dilupakan tanpa ada upaya-upaya untuk mencegah bencana yang sama agar tidak terulang lagi.
Kondisi alam dan lingkungan saat ini tengah dalam puncak kerapuhan untuk menahan kondisi cuaca yang ada apalagi cuaca yang ekstrim. Beberapa waktu lalu kita disusguhi cuaca panas yang ekstrim, hawa panas langsung kita rasakan ketika keluar dari rumah. Cuaca bertambah panas karena tidak ada lagi rimbunan pohon yang cukup untuk meredam panas. Di beberapa kota besar, hujan sebentar saja sudah mengakibatkan banjir karena saluran air dan sungai yang ada dipenuhi oleh sampah. Banjir bandang dan tanah longsor saat ini kerap terjadi karena hilangnya vegetasi di lereng gunung atau hulu sungai, padahal curah hujan tidak terlalu deras mengguyur daerah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa sesungguhnya keadaan cuaca ‘tidak kejam’ tapi manusialah yang merusak alam dan lingkungan sehingga terjadi bencana.
Peringatan Menghadapi Bencana
Peran BMKG dalam memberi informasi dan peringatan kepada masyarakat untuk siaga menghadapi dampak-dampak cuaca agar tidak menjadi bencana sangat penting. Cuaca (hujan, panas, angin kencang dan sebagainya) adalah sesuatu hal yang bisa diperkirakan tapi tidak bisa dicegah kedatangannya. Maka yang terpenting adalah antisipasi terhadap kondisi cuaca yang diperkirakan muncul agar tidak berdampak menjadi bencana yang merugikan manusia.
Peringatan ini sengaja dimunculkan untuk mengingatkan kita semua bahwa kondisi alam dan lingkungan sekitar kita yang semakin rentan bencana akibat cuaca dan iklim yang cenderung esktrim. Padahal pada era sebelumnya negara kita pernah meraih penghargaan dari FAO sebagai negara yang berhasil dalam swasembada pangan. Namun itu tinggal kenangan setelah muncul fenomena alam global El Nino dan La Nina. Hal ini memberi petunjuk bahwa pola cuaca dan iklim di alam raya situasi dan kondisinya tidak beraturan dengan tingkat kecenderungan pada munculnya kondisi cuaca dan iklim esktrim basah atau esktrim kering.
Periode esktrim kering cenderung lebih panjang. Dan esktrim basah cenderung pendek tetapi intensitas hujan yang tinggi yang kadang-kadang diikuti dengan munculnya angin kencang dan petir bersahut-sahutan.
Periode esktrim kering cenderung lebih panjang. Dan esktrim basah cenderung pendek tetapi intensitas hujan yang tinggi yang kadang-kadang diikuti dengan munculnya angin kencang dan petir bersahut-sahutan.
Kondisi tersebut di atas sangat terkait dengan hadirnya suatu kondisi badai yang akan muncul. Peran BMKG dalam situasi iklim yang tidak menentu dengan gejala pemanasan global yang terus meningkat sangat diperlukan untuk memberikan informasi bahkan peringatan akan datangnya suatu prakiraan bencana alam. Pemerintah harus tetap melengkapi BMKG dengan teknologi dan sumber daya manusia yang memadai. Perlu suatu edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh bahwa mereka harus tetap waspada karena mereka tinggal di daerah rawan bencana.