Briptu Norman dan Sosok Polisi Humanis


Briptu Norman dan Sosok Polisi Humanis

Oleh : Fadil Abidin

Dimuat di Harian Analisa Medan, 13 April 2011

     

            Pada masa lalu, polisi sering digambarkan sebagai sosok yang menakutkan. Tak jarang ketika ada anak kecil yang menangis, orang tua si anak akan mengancam,”Jangan menangis, nanti ditangkap polisi!” Kemudian ada anekdot lain yang sering kita dengar, “Jangankan polisi yang berdiri, yang tidur saja merepotkan!” (Maksudnya ‘polisi tidur’ atau portal jalan). Entah dosa apa yang ditanggung polisi sehingga sering diolok-olok seperti itu.

Tapi zaman telah berubah. Sejak reformasi bergulir, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan reformasi fundamental dan total, termasuk terpisah dari institusi TNI. Polisi setahap demi setahap mulai memperbaiki sosok dan citranya. Kesan militeristik yang berpuluh-puluh tahun melekat pada dirinya kini coba diubah menjadi sosok yang lebih humanis (manusiawi) dengan moto polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Polisi saat ini telah menyadari bahwa tugasnya sebagai penegak hukum tak hanya harus bersikap tegas, tetapi juga harus bersikap lebih humanis. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan terbangun dengan sendirinya. Hal ini menjadi bagian dari agenda reformasi kultural Polri yang hingga kini terus dijalankan.
Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, dalam sambutannya pada upacara serah terima jabatan Kapolri dari Jenderal Polisi (Purn) Sutanto di Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (9/10/2008) pernah menyatakan, ”Beri pelayanan terbaik bagi masyarakat, jangan sekali-sekali menyakiti hati masyarakat,” kata Bambang Hendarso di pengujung sambutannya.”Terbangunnya kepercayaan masyarakat itu juga menjadi kunci utama keberhasilan aspek legitimasi Polri di masyarakat selain aspek legalitas. Hilangkan sikap egosentris dan arogansi dan tampilkan wajah polisi yang humanis tapi tegas," katanya.
            Barangkali Kapolri Jendral (Pol) Timur Pradopo sebagai pengganti Bambang Hendarso meresapi pendahulunya tersebut. Maka ketika ada keinginan untuk memberi sanksi kepada Briptu Norman Kamaru, anggota Brimob Gorontalo yang mendadak tenar karena memposting video lipsing-nya di situs Youtube, keinginan tersebut langsung tidak jadi dilaksanakan. Aksi Briptu Norman yang bernyanyi dan berjoget ala Shahrukh Khan, memang dilaksanakan ketika ia sedang bertugas jaga. Tapi aksi tersebut hanya sebatas untuk menghibur temannya. Bahkan Kapolda Gorontalo membelanya, bahwa hal tersebut tidak melanggar aturan. Yang melanggar jika petugas jaga itu tidur atau bermain kartu.

Polisi Juga Manusia
Seiring dengan ketenaran Briptu Norman (videonya di Youtube telah diunduh lebih dari 1 juta kali dan namanya menjadi trending topic nomor satu di yahoo), maka kecemasan Briptu Norman yang pada awalnya takut terkena sanksi kini tampaknya berbuah manis. Briptu Norman hanya diberi “sanksi” menyanyi di depan markas Brimob Gorontalo menghibur polisi-polisi lainnya. Tak hanya itu, ia juga diundang oleh Kapolda Gorontalo, Gubernur hingga Kapolri di Jakarta. Briptu Norman pun melesat bak selebritis dadakan seperti Bona Paputungan, Udin ‘Sedunia’, Shinta dan Jojo, yang sama-sama melejit namanya lewat Youtube. Pada tanggal 8 April 2011, nyaris seluruh acara televisi nasional menampilkan Briptu Norman sebagai bintangnya, baik di acara musik dangdut, talkshow maupun wawancara.
Fenomena Briptu Norman dengan aksi kocaknya di Youtube patut dicermati sebagai gejala sosial yang menarik. Ada suatu paradigma baru dalam masyarakat bahwa polisi ternyata juga manusia. Mereka punya keinginan, kreativitas, bakat, hobi, bisa gembira, bisa sedih sehingga harus dihibur. Sebagai manusia mereka juga bebas berekspresi, mencurahkan perasaan atau juga merasa jenuh dan lelah ketika sedang bertugas. Maka ketika ada yang mencoba bernyanyi atau menggerak-gerakkan tubuhnya (dengan senam atau berjoget), bukanlah suatu ‘dosa’. Justru itu menunjukkan bahwa polisi bukanlah Robocop yang terbuat dari mesin dan besi, polisi adalah manusia juga.    
Momen ini tentu ternyata dimanfaatkan Polri sebagai media kehumasan sebagai salah satu cara menunjukkan kepada masyarakat bahwa polisi tidaklah selalu menakutkan, sangar, dan kaku. Sosok polisi humanis yang ingin dibangun Polri antara lain adalah polisi sebagai sahabat masyarakat.    
Pengamat budaya dan sosial dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Suleman Bouti, menilai aksi video lagu india yang diperagakan oleh Briptu Norman Kamaru, menjadikan polisi sebagai sosok yang lebih humanis di mata masyarakat. “Bagi saya ini adalah penanda, saatnya polisi tampil lebih humanis sebagai pelayan sekaligus pengayom masyarakat," kata staf pengajar di Fakultas Sastra dan Budaya UNG (Suara Karya,8/4/2011).
Menurutnya, meski polisi sebagai aparat negara disyaratkan memiliki disiplin dan integritas tinggi, namun hal itu tak berarti bahwa polisi harus tampil "menyeramkan” sebagaimana anggapan yang masih melekat di masyarakat. Menyanyi atau berjoget, sama sekali tidak merusak kewibawaan polisi di mata masyarakat. Bahkan menurutnya, apabila Polri dengan sadar memanfaatkan cara-cara demikian untuk melayani masyarakat, malah mencitrakan bahwa Polisi memang benar-benar milik masyarakat. Citra kepolisian ke depan, harus lebih baik dan lebih memasyarakat. ***