Masih Adakah DPD?
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di Harian Analisa Medan, 30 Januari 2009
Di tengah gegap gempita kampanye caleg dari partai politik.Kampanye anggota DPD se-akan tenggelam dan nyaris tak terdengar.Tapi siapa yang bilang kursi anggota Dewan Perwakil-an Daerah (DPD) tidak menarik lagi? Faktanya untuk Pemilu 2009, 1.127 calon akan bersaing di 33 provinsi memperebutkan 132 kursi DPD di Senayan.Rata-rata ada 34 calon DPD di tiap pro-vinsi untuk memperebutkan 4 kursi wakil daerah di MPR.
Dari jumlah tersebut,setidaknya terdapat 80 dari 128 anggota DPD periode 2004-2009 yang akan maju lagi.Bahkan,ada beberapa provinsi yang semua keempat anggota DPD-nya men-calonkan diri lagi.Provinsi itu antara lain Bengkulu,Kepulauan Riau,Jawa Barat,Kalimantan Ba-rat,Sulawesi Selatan dan Gorontalo.Sebaliknya hanya 1 dari 4 anggota DPD dari Provinsi DKI Jakarta yang maju lagi untuk Pemilu 2009.
Sebagian anggota DPD lainnya memang tidak tercantum sebagai calon anggota DPD la-gi. Namun,mereka tetap sibuk berkampanye dalam Pemilu 2009 karena bakal maju sebagai calon anggota DPR lewat jalur parpol.Tapi ada juga anggota DPD yang gagal melamar ke beberapa parpol.Sehingga akhirnya mereka terpental dan praktis sama sekali akan terbebas dari hingar-bingar Pemilu 2009.Sementara yang benar-benar tidak mau maju lagi sebagai anggota DPD, sebagian memang sudah kehilangan minat untuk ikut Pemilu 2009.
Sekalipun fungsi legislasi memang amat terbatas,sebenarnya fungsi pengawasan masih bisa dioptimalkan lewat beragam cara advokasi dan dukungan media.Namun,yang mencuat me-mang kesan kurang all out dalam memperjuangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebu-tuhan rakyat banyak.DPD memang kurang optimal memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan kewenangan yang terbatas seperti sekarang.Selama hampir lima tahun,sebaik apa pun putusan DPD tidak bisa membuahkan keputusan politik.Masukan yang disampaikan kepada DPR seperti dianggap angin lalu.Bahkan ada yang menyebut DPD seperti sepasukan LSM yang masuk ke DPR. Aspirasinya didengar tapi tidak disalurkan apalagi diwujudkan.
Masuknya kader parpol ke dalam DPD
Konfigurasi DPD hasil Pemilu 2009 pasti tidak akan sama dengan hasil Pemilu 2004. Pada Pemilu 2004 calon anggota DPD harus steril dan netral dari parpol.Tapi saat ini kemung-kinan masuknya kader parpol dalam DPD terbuka lebar pada Pemilu 2009.Banyak pengurus maupun anggota parpol serta anggota mantan DPR/DPRD mendaftar menjadi calon anggota DPD.
Majunya kembali para anggota DPD 2004-2009 pada Pemilu 2009 karena ada agenda yang belum selesai,yaitu usul perubahan konstitusi untuk memperkuat kewenangan DPD.Jika terpilih kembali,tentu saja agenda perubahan konstitusi yang beberapa kali mental akan terus dihidupkan. Periode 2009-2014 menjadi masa penentuan bagi DPD. Jika DPD terus dijadikan se-macam lembaga ”ompong”, penilaian atas keberlangsungan DPD di Parlemen bisa-bisa dikem-balikan kepada rakyat.Apakah DPD akan terus dibiarkan eksis atau dibubarkan saja.Untuk itu anggota DPD terpilih nanti harus berjuang agar keberadaannya diperhitungkan dan bermanfaat bagi rakyat banyak.
Selama hampir lima tahun usianya,DPD memang sangat aktif memperjuangkan usul per-ubahan konstitusi.Persis seperti yang pernah dinyatakan Direktur Riset Lembaga Survei Indone-sia (LSI), M. Qodari,bahwa usul perubahan konstitusi adalah menjadi target pertama DPD perio-de 2004-2009.Saat itu Qodari menyebutkan,untuk benar-benar mengimplementasikan sistem dua kamar (bicameral) yang kuat,upaya DPD tersebut membutuhkan soliditas internal.Qodari juga mengkhawatirkan anggota DPD bakal merasa teralienasi hanya dalam waktu 3-6 bulan setelah dilantik saat berhadapan langsung dengan keterbatasan fungsinya yang amat timpang dengan kewenangan DPR (Kompas, 29/9/04).
Konfigurasi DPD hasil Pemilu 2009 nanti menarik untuk dicermati,terutama dengan me-lihat kemungkinan percampuran anggota DPD periode 2004-2009 yang relatif independen de-ngan para kader parpol yang bekas anggota DPR.Soliditas dua unsur itulah yang menentukan masa depan keinginan memperkuat kewenangan DPD lewat perubahan konstitusi.Kehadiran ka-der parpol di DPD bisa menjadi penguat, tetapi bisa juga menjadi penghambat.Menjadi kuat ka-rena kader parpol dan bekas anggota DPR tersebut telah berpengalaman.Menjadi penghambat bila mereka justru menjadi alat kepanjangan tangan dari parpolnya.
Sesungguhnya perlu dibuka wacana kembali soal perlu-tidaknya sistem dua kamar yang diterapkan di parlemen Indonesia seperti sekarang.Kondisi ekonomi,sosial dan politik Indonesia sangat berbeda dengan di negara maju.Jika fungsi legislasi DPD diperkuat,bahkan jika sampai mempunyai hak veto,seperti Senat Amerika misalnya,bisa dibayangkan prosedur pembahasan undang-undang yang bakal semakin bertele-tele.Faktor utama lain adalah kemampuan anggaran negara.Sistem dua kamar pasti membutuhkan anggaran yang lebih banyak ketimbang satu ka-mar.Apalagi keberadaan DPD nyaris hanya dipandang sebelah mata.
Ketika waktu tinggal beberapa bulan lagi,DPD memang bakal disibukkan dengan bera-gam agenda.Yang hendak maju lagi tentu bakal tersita waktunya untuk mempersiapkan diri kem-bali mendapatkan kursi di Senayan.Sementara yang tidak mencalonkan diri lagi tentu akan kian malas untuk bersidang apalgi menyerap aspirasi rakyat.Jangankan anggota DPD,beberapa bulan menjelang Pemilu banyak anggota DPR yang malas bersidang.Gedung DPR-MPR di Senayan pun nyaris kosong.Masih adakah wakil rakyat yang benar-benar pantas dipilih kembali? ***