Pemilu Paling Rumit di Dunia


Pemilu Legislatif 2009 :
Pemilu Paling Rumit di Dunia
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat di Harian Analisa Medan, 5 Maret 2009

            Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 April 2009 nanti merupakan pemilu paling kompleks dan paling rumit di dunia.Sebanyak lebih dari 500.000 caleg akan bertarung untuk menjadi anggota dewan.Mereka akan bertarung di 2174 daerah pemilihan untuk memperebutkan 560 kursi anggota DPR, 132 kursi anggora DPD, lebih dari 17.100 ribu kursi anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. 

Pada pemilu 2009, jumlah penyelenggara dan biayanya juga bertambah besar. Dengan KPU Provinsi sebanyak 33; 480 KPU Kabupaten/Kota; sekitar 7.500 PPK (75.000 petugas PPK termasuk 5 PNS di tiap kecamatan); sekitar 80.000 PPS (240.000 petugas PPS termasuk 3 PNS di desa/kelurahan); sekitar 600.000 TPS; sekitar 4,2 juta petugas KPPS; 1.781 petugas KPPSLN dan 600.000 petugas pemutakhiran data pemilih.Dan sekitar 700.000 anggota Panwaslu.Ada sekitar 9,4 juta orang yang terlibat sebagai petugas penyeleng-garaan Pemilu 2009.Luar biasa!
            KPU juga akan disibukkan dengan kerumitan untuk mencetak surat suara yang berbeda-beda di tiap daerah pemilihan (dapil).Surat suara untuk Pemilu Anggota DPR terdiri dari 77 jenis surat suara.Surat suara untuk Pemilu Anggota DPD terdiri dari 33 jenis surat suara.Surat suara untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi terdiri dari 217 jenis surat suara.Surat suara untuk Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota terdiri dari 1.847 jenis surat suara.Ke-2174 jenis surat suara tersebut dicetak berbeda dan harus sampai tepat sasaran dan tepat waktu di dapil-nya masing-masing selambatnya 3 hari menjelang pemungutan suara.
            Berdasarkan Surat Keputusan KPU No.34/2008 Pasal 5 Ayat (4) Surat suara untuk calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dibuat dengan ketentuan : (a) bentuk  empat persegi panjang, vertikal; (b) ukuran  54 x 84 cm; (c) tanda gambar (parpol) berwarna (empat sparasi warna); (d) bahan kertas HVS 80 gram; (e) warna kertas putih; dan (f) cetak dua muka (bolak-balik),biasa (konvensional) dengan hasil cetak berkualitas baik. Ayat (5) Surat suara harus memperhatikan posisi lipatan yang tidak mengena pada nama calon dan nama partai yang dapat mengakibatkan kerusakan surat suara.
            Pasal 5, surat suara untuk calon Anggota DPD dibuat dengan ketentuan: (a) bentuk  empat persegi panjang,vertikal ;(b) ukuran  54 x 43 cm atau 54 x 84 cm; (c) tanda gambar  (foto calon) berwarna (empat sparasi warna); (d) bahan kertas  HVS 80 gram;(e) warna kertas  putih; dan (f) cetak dua muka (bolak-balik),biasa (konvensional) dengan hasil cetak berkualitas baik. Untuk memudahkan perbandingan besarnya surat suara pemilu,maka sama persis dengan besar halaman koran Analisa yang sedang And baca ini.
           
           

Pemberian suara juga rumit
            Dalam UU No.10/2008 tentang Pemilu Pasal 153 dinyatakan bahwa pemberian suara di-lakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara.KPU lalu mengartikan pasal ini de-ngan memberi tanda mencontreng (V) satu kali pada kolom nama caleg. Pemberian tanda ini pun kemudian menjadi polemik berkepanjangan.Bagaimana jika ada dua contrengan masing-masing satu di gambar tanda partai dan satu di nama caleg? Bagaimana jika pemilih mencontreng tanda gambar partai? Bagaimana jika pemilih mencontreng dua nama caleg atau lebih tapi masih satu partai? Bagaimana jika pemilih mencontreng lebih dari sekali tapi masih dalam satu kolom nama caleg? Bagaimana jika pemilih masih mencoblos surat suara? Bagaimana jika pemilih menggu-nakan tanda lain semisal silang (x),tanda lingkaran,bulatan,titik besar,bintang,garis,diparaf dan sebagainya.Apakah suara mereka lantas menjadi tidak sah?
            Semakin banyak partai semakin banyak pula calon yang dicantumkan pada kertas suara. Hal ini juga membuat masyarakat semakin sulit membuat pilihan.Mereka cenderung lupa nomor urut calonnya.Di bilik suara,mereka harus mencari nama calonnya di antara 456 nama caleg dari 38 parpol di kertas suara.Apalagi bila pemilih hanya mengenal nama dan wajah caleg, sedangkan nomor urut dan partainya lupa.Berapa lama dia harus berada di bilik suara? Untuk DPRD, jum-lah calon anggota legislatif per daerah pemilihan boleh diusulkan sampai 120 persen dari maksi-mal 12.Jadi,satu partai bisa mengajukan maksimal 15 calon, dikali 38 partai, maka jumlahnya lebih dari 500 calon.Apalagi Aceh,yang memiliki enam partai lokal.Orang berpendidikan saja sulit mencari, apalagi yang baru belajar baca-tulis.Sangat rumit!
Yang paling sulit adalah penghitungan suara.Dulu,waktu dicoblos,mudah dilihat.Tapi sekarang dicontreng.Apalagi bila contrengannya sangat kecil dan berwarna hitam pasti akan sulit (sekadar usul : KPU harus menyediakan spidol besar warna merah).Kertas suara yang sangat be-sar juga akan menyulitkan pemilu untuk membuka atau melipat kembali surat suara.Bilik suara juga tidak bisa menampung besarnya surat suara sehingga ada bagian tertentu yang harus dilipat dulu sebelum pemilih melakukan pencontrengan.Kemudian untuk mencari yang telah dicontreng tentu akan sulit pada kertas yang demikian besar.Untuk menentukan sah atau tidaknya suara, surat suara harus dilihat oleh satu orang petugas KPPS dulu,baru ditunjukkan kepada saksi.Itu butuh waktu lama dalam penghitungan suara.
            Sewaktu KPU mengadakan simulasi di Papua dan Aceh,waktu yang dihabiskan dari pemanggilan,masuk bilik suara,hingga pencoblosan mencapai 8 menit.Kalau kita rata-ratakan satu orang empat menit saja, bila di sebuah tempat pemungutan suara maksimal 500 sesuai dengan ketentuan, maka 500 dikali 4 menit hasilnya 2.000 menit. Itu hanya untuk memberikan suara. Untuk waktu penghitungan, dari simulasi di beberapa daerah dengan pemilih 329 orang, baru berakhir pukul 6 sore dan hanya mampu menghitung untuk DPR dan DPD.Padahal yang di-pilih ada empat: DPR RI, DPD, DPRD I, dan DPRD II.Penghitungan diperkirakan baru selesai pukul 10 malam.Ini problem paling berat dan harus dicari jalan keluarnya.
            Masalah logistik
            Problem lainnya adalah masalah distribusi logistik pemilu.Pemilu 2004 bisa diambil pela-jaran sebagai kegagalan dalam distribusi logistik pemilu.Ada surat suara yang tidak tepat sasaran sehingga tidak jatuh ke daerah pemilihannya.Contohnya ada surat suara dari dapil II Medan nyasar ke dapil I Medan.Bahkan ada surat suara yang berasal dari Dairi nyasar ke Medan.Ironis-nya surat suara ini baru diketahui di TPS ketika sudah dicoblos pemilih dan ketika hendak di-hitung.Kasus surat suara nyasar ini biasanya mencapai ratusan di tiap kecamatan.
            Berbicara masalah logistik.KPU biasanya hanya fokus pada surat suara.Padahal ada lo-gistik lain yang tak kalah penting yaitu form berita acara dan form rekapitulasi penghitungan su-ara (biasanya dikenal dengan kode KWK).Form model ini sering tidak lengkap diterima KPPS, PPS maupun PPK.Untuk pemilu legislatif, pengisian form model ini sangat rumit dan terdiri atas berlembar-lembar kertas yang kadang terpisah-pisah.Bayangkan untuk satu form saja terdiri se-tidaknya atas 500 nama caleg.Satu TPS harus mengisi keempat form yang ada (untuk DPR,DPD, DPRD Provinsi,DPRD Kabupaten/Kota).Berapa orang (dipisah antara laki dan perempuan) yang memilih/tidak memilih,berapa surat suara yang terpakai/tidak terpakai,rusak dan dikembalikan karena keliru dicontreng.Tugas KPPS di TPS semakin bertambah karena harus membuat seti-daknya 42 rangkapan dokumen-dokumen di atas (penulis tidak tahu apakah dokumen tersebut boleh difotokopi). Dokumen 42 rangkap diberikan satu masing-masing untuk 38 saksi parpol pe-serta pemilu,1 rangkap masing-masing untuk PPS,PPK,Panwas Lapangan serta untuk publikasi di lokasi TPS.Dengan beban untuk membuat 42 rangkapan ini tidak mustahil KPPS baru bisa menyelesaikan tugasnya pada pukul 12 tengah malam.Karena berdasarkan UU Pemilu Pasal 302, KPPS yang tidak menyerahkan dokumen tersebut kepada pihak-pihak yang terkait bisa dipidana paling singkat 3-12 bulan penjara atau denda Rp 3-12 juta.
            Kerumitan tidak hanya di TPS tapi juga di tingkat PPK.Pola rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2009 berubah dari PPS (desa/kelurahan) kepada PPK (kecamatan).Akibatnya se-mua beban tugas  rekapitulasi suara di tingkat TPS dan PPS menjadi tugas PPK. PPK harus me-lakukan rekapitulasi di semua TPS di wilayah kerjanya.Di Kota Medan setiap kecamatan rata-rata memiliki 250 TPS, hal ini berarti ada 1000 kotak (kotak suara DPR,DPD,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) yang harus direkapitualasi.Jika satu kotak membutuhkan waktu 20 menit rekapitulasi (diangkat,dibuka segel,gembok dan dibacakan nama caleg yang memperoleh suara serta jumlah pemilih,surat suara yang sah,tidak terpakai dan sebagainya).Maka PPK di Kota Medan membutuhkan waktu 20.000 menit atau 333,3 jam.Jika satu hari mereka bekerja 12 jam maka diperlukan waktu 27 hari.Padahal berdasarkan Keputusan KPU NO.20/2008, PPK hanya diberikan waktu 11-15 April 2009 untuk menyelesaikan rekapitulasi di wilayah kerjanya. Ini menjadi problem yang harus dipecahkan KPU Kota Medan bersama PPK seluruh Kota Me-dan jika Pemilu ingin berjalan sesuai dengan jadwal.            
            Kerumitan di atas semakin bertambah jika ada sengketa atau perselisihan dari pihak-pi-hak yang melaporkan adanya dugaan kecurangan maupun pelanggaran pemilu.Bisa jadi diadakan pemungutan suara ulang, peng-hitungan suara ulang atau rekapitulasi ulang dan sebagainya.
            Jika kita memperhatikan hal-hal di atas,selain potensi konfliknya begitu besar, kom-pleksitasnya juga sangat berat.Maka tidak salah jika banyak pihak,termasuk dari Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary,Wapres Jusuf Kalla maupun beberapa Ketua KPU Provinsi di beberapa daerah yang menyatakan bahwa Pemilu Legislatif 2009 adalah Pemilu paling rumit di dunia.***