Degradasi Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya


Degradasi Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya
Oleh : Vivi Sahara
Dimuat di Harian Analisa Medan, 1 Juli 2011

            Selama beberapa dekade terakhir ini, lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) di Indonesia dan dunia telah mengalami degradasi, yaitu penurunan baik secara kuantitas maupun kualitas. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup yang dengan sengaja mengekploitasi SDA dengan semena-mena.

Ancaman terhadap degradasi lingkungan hidup semakin meningkat sebagai akibat dari  pertambahan penduduk yang semakin besar. Untuk mengeliminasinya, perlu dibangun dan ditumbuhkan kesadaran dan kepedulian semua elemen masyarakat agar dapat berperan serta dalam penanggulangan masalah tersebut sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.
Kerusakan lingkungan hidup mengakibatkan dampak kerugian multidimensi yang sangat besar seperti kemiskinan lahan (melalui erosi pengikisan lapisan humus), sumber air yang menipis sebagai akibat siklus air yang terganggu, hilangnya habitat alami dan berubahnya pola iklim baik setempat (iklim mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang serius untuk menanggulangi sejumlah dampak negatif tersebut di atas, maka bencana tinggal menunggu waktu saja. Bencana alam/lingkungan akan terjadi secara dahsyat dan akan berjalan secara akseleratif (berlipat ganda semakin cepat).
Degradasi Sumber Daya Alam
Saat ini semakin banyak dan meluas lubang-lubang bekas galian mineral, tambang atau bekas galian tanah untuk pembuatan batu bata, batako, genting, gerabah dan keramik yang dibiarkan tanpa upaya reklamasi. Lubang-lubang itu dibiarkan menganga sehingga bisa membahayakan manusia terutama anak-anak. Di banyak desa dan pinggiran kota, lahan-lahan yang subur justru sering digunakan sebagai tempat pembuatan batu bata atau gerabah.
Selain itu degradasi sumber daya tanah disebabkan oleh semakin luasnya areal semak-semak belukar dan tanah gundul bekas penebangan hutan ilegal dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan kembali. Sehinga terjadi penurunan tingkat kesuburan tanah/lahan untuk budidaya pertanian, karena siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya penyuburan kembali (refertilization). Hal ini menyebabkan bertambahnya areal lahan kritis akibat dibiarkan begitu saja dan terbakar setiap tahun.
Penebangan hutan juga menyebabkan semakin kecilnya debit air sungai dari tahun ke tahun. Ada perbedaan debit air sungai pada musim hujan dengan musim kemarau secara signifikan. Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur penduduk di daerah ketinggian maupun dataran rendah. Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota pantai/pesisir. Di kota semakin kecilnya “Catchment Water Areas” (daya serap lahan terhadap curahan air hujan) karena adanya betonisasi tanah, baik untuk gedung, jalan, trotoar atau lahan parkir. Semakin tingginya pencemaran air sungai, terutama sungai di  kota-kota besar, tersumpatnya DAS dengan sampah menyebabkan ancaman banjir semakin besar.
Luas areal hutan lindung/hutan alami semakin menyempit sebagai akibat illegal logging.    Sementara itu izin HPH terus dikeluarkan tanpa kendali dan kurang diimbangi dengan upaya reboisasi yang berhasil (karena sering dimanipulasi). Kondisi hutan semakin parah akibat maraknya pertanian ilegal di kawasan hutan karena desakan kebutuhan penduduk miskin. Akibatnya keragaman dan jumlah spesies tumbuhan dan hewan liar semakin berkurang, bahkan banyak yang telah punah sebagai akibat kebakaran hutan dan perburuan hewan yang sering terjadi.
Faktor-faktor
            Ada dua faktor utama penyebab terjadinya degradasi lingkungan hidup, yaitu penyebab yang bersifat tidak langsung dan penyebab yang bersifat langsung. Penyebab yang bersifat tidak langsung dan bersifat dominan antara lain pertambahan penduduk. Penduduk yang bertambah terus setiap tahun membutuhkan penyediaan sejumlah kebutuhan atas pangan, sandang dan papan (rumah). Sementara itu dataran bumi tempat manusia hidup tidak bertambah luas, yang pada gilirannya menyebabkan eksploitasi lingkungan secara berlebihan.
Beberapa kebijakan pemerintah juga berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Sejak tahun 1970, pembangunan Indonesia dititikberatkan pada pembangunan industri yang berbasis pada pembangunan pertanian yang menyokong industri. Keinginan pemerintah Orde Baru saat itu yang segera ingin mewujudkan Indonesia sebagai negara industri, telah menyebabkan mayoritas penduduk (terutama yang tidak memiliki lahan yang cukup) hanya menjadi “penonton” pembangunan. Bahkan sebagian dari mereka kehilangan mata pencarian sebagai buruh tani dan nelayan karena masuknya teknologi di bidang pertanian dan perikanan. Mereka ini karena terpaksa menggarap tanah negara secara liar di daerah pesisir hingga pegunungan.
Industrialisasi merupakan tersangka utama terjadinya deradasi lingkungan hidup. Dalam proses industrialisasi ini antara lain termasuk industri perkayuan, perumahan/real estate dan industri kertas. Ketiga industri tersebut di atas memerlukan kayu dalam jumlah yang besar sebagai bahan bakunya. Eksploitasi kayu di hutan-hutan melibatkan banyak kalangan terlibat di dalamnya. Karena sulitnya pengawasan, banyak aturan di bidang pengusahaan hutan ini yang dilanggar yang pada gilirannya berkembang menjadi semacam “mafia” perkayuan. Semua ini terjadi karena ada jaringan kolusi yang rapi antara pengusaha, oknum birokrasi dan oknum keamanan.
Sementara itu penduduk setempat yang perduli hutan tidak berdaya menghadapinnya. Akibat lebih lanjut penduduk setempat yang semula peduli dan mencintai hutan serta memiliki sikap moral yang tinggi terhadap lingkungan menjadi frustasi, bahkan kemudian sebagian dari mereka turut terlibat dalam proses illegal logging tersebut. Masalah tersebut di atas masing terus berlangsung sampai sekarang, menyebabkan dampak negatif yang meluas dan berkepanjangan.
Kegagalan program reboisasi dan reklamasi juga menjadi penyebab utama degradasi lingkungan. Upaya reboisasi hutan yang telah ditebang dan reklamasi lubang/tanah terbuka bekas galian tambang sangat minim hasilnya karena prosesnya memerlukan waktu puluhan tahun dan dananya tidak mencukupi karena banyak disalahgunakan (dikorupsi). Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan dan kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup, baik di kalangan pejabat maupun warga masyarakat sangat rendah. Kebakaran hutan reboisasi diduga ada unsur kesengajaan untuk mengelabui reboisasi yang tidak sesuai ketentuan (manipulasi reboisasi).
Penegakan hukum yang lemah juga menjadi bagian dari terjadinya degradasi lingkungan. Sudah banyak peraturan perundangan yang telah dibuat berkenaan dengan pengelolaan lingkungan dan khususnya hutan, namun implementasinya di lapangan seakan-akan tidak tampak, karena memang faktanya apa yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Lemah dan tidak jalannya sanksi atas pelanggaran dalam setiap peraturan yang ada memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran. Belum adanya budaya hukum, prosedur penegakkan hukum lingkungan yang tidak jelas dan belum ada lembaga peradilan yang komit untuk penegakkan hukum merupakan kendala mengapa sampai saat ini penegakkan hukum lingkungan sangat lemah.
Penegakan hukum yang lemah juga diperparah dengan kesadaran masyarakat yang rendah. Kesadaran sebagian besar warga masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian lingkungan/hutan merupakan satu hal yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat atas degradasi lingkungan yang semakin intensif. Rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai. Oleh karena itu, kini sudah saatnya pengetahuan tentang lingkungan hidup dikembangkan sedemikian rupa dan harus menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah umum mulai dari tingkat SD.
Maka untuk memulai mereduksi degradasi lingkungan hidup memang tidak bisa dilakukan secara instan, perlu langkah-langkah komprehensif dan berkesinambungan salah satunya adalah melalui jalur pendidikan formal maupun non-fomal. Sehingga diharapkan timbul kesadaran secara massal terhadap diri individu untuk menghormati lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. ***