Komodo dan Nasionalisme Kita


Komodo dan Nasionalisme Kita
Oleh : Fadil Abidin

            Mungkin kita adalah bangsa paling “nyinyir” di dunia. Ketika diminta berkorban satu rupiah saja lewat sms (short massage service) untuk mendukung komodo sebagai new seven wonders of nature, reaksi kita bermacam-macam dan berlebihan. Ironisnya ada ajakan untuk menuntut pihak penyelenggara karena dianggap menipu lewat sms, ejekan di blog, fecebook dan twitter hingga ajakan untuk menolak bahkan menentang promosi tersebut.

            Alasannya beragam, tapi yang utama adalah adanya sinyalemen bahwa penyelenggara pemilihan tersebut yaitu yayasan New7Wonders (N7W) yang dipimpin oleh Bernard Weber dianggap tidak resmi dan tidak diakui oleh UNESCO, badan PBB yang mengurusi soal pendidikan dan kebudayaan. Apakah setiap organisasi atau yayasan di dunia harus diakui oleh UNESCO? Kalau semuanya harus diakui oleh PBB atau UNESCO itu namanya tiran, otoriter dan tidak demokratis.
            Orang-orang yang meragukan kredibilitas N7W, barangkali mereka yang tidak pernah membuka situs http://news.n7w.com. N7W adalah pihak yang mengumumkan tujuh keajaiban dunia lama (The Seven Ancient Wonders) yaitu : The Colossus of Rhodes, The Hanging Gardens of Babylon, The Lighthouse of Alexandria, The Mousoleum at Halicarnassus, The Pyramids of Egypt, The Statue of Zeus, The Temple of Artemis. 
Kemudian pada 07-07-07 atau tanggal 7 Juli 2007 di Lisbon, Portugal, lewat pagelaran yang megah dan dihadiri oleh banyak selebritis dunia termasuk pesepakbola Christian Ronaldo, N7W mengumumkan Tujuh Keajaiban Dunia Baru, yaitu Chichen Itza, Meksiko; Christ Redemeer, Brasil; Colosseum, Italia; Taj Mahal, India; Great Wall of China; Petra, Jordania; Machu Picchu, Peru. Candi Borobudur? Tak masuk nominasi karena tidak ada dukungan.
Setelah sukses memilih Tujuh Keajaiban Dunia Baru, maka pihak N7W menyelenggarakan kontes baru yaitu New 7 Wonders of Nature tahun 2007. Jadi  pemilihan ini telah berlangsung lebih dari 4 tahun. Dan setelah ini N7W akan mengadakan pemilihan New 7 Wonders of Cities.
             Kemenangan Christ Rademeer dari Brasil, menjadi bukti bahwa nasionalisme rakyat Brasil begitu besar untuk mendukung negaranya. Padahal Christ Rademeer yang merupakan patung raksasa tersebut bukanlah benda peninggalan sejarah, tapi bangunan baru yang dibangun dengan teknologi modern. Nasionalisme tersebut kembali terulang dengan terpilihnya hutan Amazon sebagai finalis dalam N7W of Nature.
Kampanye Hitam
Kita patut bersyukur bahwa propaganda dan ajakan untuk memboikot nominasi Komodo sebagai new seven wonders tidak berhasil. Yayasan N7W pada tanggal 11-11-2011 telah mengumumkan tujuh keajaiban alam baru dengan finalis yaitu : Amazon, terletak di Bolivia, Brazil, Kolumbia, Ekuador, Guyana, Peru, Suriname, dan Venezuela; Halong Bay,Vietnam; Iguazu Falls, Argentina dan Brazil; Jeju Island, Korea Selatan; Komodo, Indonesia; The Puerto Princesa Subterranean River, Filipina; Table Mountain, Afrika Selatan. Dalam laman resmi N7W disebutkan, pengumuman resmi akan dilakukan pada awal tahun 2012.
Pulau Komodo nyaris saja tercampak dari nominasi, karena menjelang hari penutupan dukungan tanggal 11 Nopember 2011 hingga pukul 22.00 WIB, dukungan lewat sms atau melalui website terhadap Komodo disebutkan melemah. Hal ini terkait black campaign, biang keroknya konon justru dari pejabat pemerintah. Meski tidak menyebut nama, bukan rahasia jika Wakil Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Sapta Nirwandar adalah orang yang dimaksud.          
Dengan nada sinis, Emmy Hafild dari Ketua Tim Pendukung Pemenangan Komodo (P2K) mengatakan, tidak habis pikir dengan sikap pemerintah. Termasuk rencana untuk melakukan gugatan terhadap yayasan N7W di Swiss. Aneh baginya kalau sekelas dubes Swiss (Djoko Susilo) mengurusi organisasi kecil. "Sewa pengacara ( dari Indonesia dan Swiss) kan mahal, uang APBN lagi yang digunakan," tandasnya.
Dia mengatakan, daripada ribet mengurus masalah legalitas yayasan yang dianggap bodong oleh pemerintah, mending mendukung langkah P2K. Saat ini, Emmy mengaku bingung mencari sponsor untuk membayar lisensi SMS Premium yang diturunkan menjadi Rp 1 (yang seharusnya Rp 2.000 plus pajak 10%). "Gara-gara black campaign kami sulit mencari sponsor," tuturnya (Jawa Pos, 9/11/2011).
Di negara-negara lain yang masuk nominasi, pemerintahnya mendukung penuh, mempromosikan, memfasilitasi bahkan memerintahkan kepada warga negaranya untuk memilih, maka di Indonesia sebaliknya. Pemerintah RI seakan tidak peduli, berkali-kali pejabat dari Kementerian Pariwisata dan Dubes Swiss mengatakan bahwa N7W sebagai yayasan “abal-abal”, fiktif, bangkrut dan tidak jelas statusnya. Mirisnya, teman-teman di dunia maya sebagian percaya begitu saja dan mengikuti sinyalemen dari pejabat tersebut dengan mengkampanyekan memboikot Komodo. Bahkan ada yang bangga bahwa ia tidak sudi keluar satu rupiah pun untuk memilih Komodo.
Hanya Satu Rupiah
Untung saja ada sejumlah orang swasta yang dikomandoi Emmy Hafild membentuk tim pemenangan (P2K) dan memilih Mantan Wakil Presiden Jusuf  Kalla sebagai duta. Lewat merekalah promosi  lewat sms dengan mengetik KOMODO kirim ke 9818 dengan biaya cuma Rp 1/sms dapat tersebar meluas, baik melalui iklan, tagline, running text di berbagai stasiun televisi swasta maupun penggalangan massa secara langsung di lapangan. Lewat cara inilah, Komodo yang sejak 4 tahun lalu tidak pernah masuk 10 besar akhirnya finis masuk tujuh besar pada detik-detik akhir.
Padahal di negara-negara lain yang masuk dalam nominasi, pemerintahnya bahkan memberi hadiah yang besar bagi pengirim sms. Pemerintah Afrika Selatan menalangi dana sms dan mengajak Nelson Mandela sebagai duta, pemerintah Uni Emirat Arab menyediakan kemudahan bagi warganya yang mendukung lewat sms dengan menunjuk putra mahkota sebagai duta, Filipina memberi hadiah undian sebesar 25 juta peso bagi pengirim sms, demikian juga pemerintah Argentina, Korea Selatan, Vietnam dan negara-negara lain yang menjadi nominator.
Mengapa pemerintah terkesan tidak mendukung? Pemerintah dalam hal ini  Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (dulu Kemenbudpar) tak lagi bisa menjadi official supporting committee (OSC) karena pemerintah RI dianggap melakukan tindakan “tidak pantas” dengan menggugat pihak N7W dan pernah mengancam menarik Komodo dari nominasi. Tugas ini kemudian diambil oleh pihak swasta yaitu tim Pendukung Pemenangan Komodo (P2K).
Konon, karena tidak diikutsertakannya pejabat pemerintahan dalam Tim P2K sehingga kemudian timbul kekisruhan. Djoko Susilo bahkan menggugat P2K mendapat mandat apa sehingga bisa mengikutsertakan Komodo dalam N7W. Ia juga menuding P2K telah mengkorupsi dana publik, dengan alasan bahwa yang dipakai mendukung itu duit rakyat (lewat Rp 1/sms), sehingga harus dipertanggungjawabkan.
Menyoal dukungan lewat sms yang juga sempat menuai protes, pihak P2K mencoba meluruskan bahwa fasilitas sms yang disediakan sejumlah provider tersebut, hampir tidak dipungut biaya sama sekali. Hanya satu provider yang memungut biaya Rp 1, sementara yang lain Rp 0, sehingga sejumlah provider tersebut tidak dapat untung. Bahkan, para provider tersebut terpaksa menambah peralatan yang ada untuk menampung jutaan sms dukungan vote Komodo yang masuk.
Dari latar belakang inilah kita bisa mengerti mengapa ada pihak-pihak yang mengkampanyekan boikot dukungan terhadap Komodo. Setelah berhasilnya Komodo sebagai salah satu tujuh keajaiban alam baru, maka biasanya akan muncul pejabat-pejabat dari pemerintah yang menjadi  “pahlawan kesiangan”.  
Sebagai warga negara kita patut bangga bahwa Komodo telah diakui sebagai salah satu keajaiban alam dunia. Ternyata, untuk menunjukkan rasa cinta kepada tanah air dan jiwa nasionalisme tidaklah usah muluk-muluk dengan menyerang atau membakar bendera negara lain yang telah mengklaim budaya, flora dan fauna Indonesia. Dengan Rp 1/sms, kita secara tidak langsung mempromosikan Komodo di dunia internasional, bahwa Komodo adalah milik Indonesia. Dan sebagai bangsa kita akan turut senang jika warga di Pulau Komodo dan NTT bisa menikmati hasilnya dengan kunjungan wisatawan yang terus meningkat.
Kita harus bangga punya Komodo, ketika spesies reptil raksasa semisal dinosaurus telah punah 65 juta tahun lalu, tapi Komodo mampu bertahan hingga sekarang. Maka hendaknya bangsa dan negara ini bisa berkaca pada Komodo yang mampu bertahan ratusan juta tahun menghadapi perubahan dan tantangan zaman. ***