Menguji Eksistensi Wakil Menteri
Oleh : Fadil Abidin
Eksistensi wakil
menteri dalam Kabinet
Indonesia Bersatu
II yang baru direshuffle Oktober 2011 diuji. Beberapa pihak berencana
mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU No.39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, terutama Pasal 10 mengenai pengangkatan
jabatan wakil menteri.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, terdapat 19 wakil menteri yang
mendampingi para menteri dalam menjalankan tugasnya. Tak semua menteri
didampingi oleh wakil menteri. Ada
yang tanpa wakli menteri, tapi sebaliknya ada pula yang sampai dua wakil
menteri seperti Kementerian Keuangan serta Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kritik pun terus
bermunculan, karena setelah 3 bulan berjalan kehadiran wakil menteri tersebut dinilai
tidak membawa perubahan kinerja yang berarti. Jabatan wakil menteri justru
dianggap sebagai pemborosan anggaran negara. Sementara banyak pihak yang
menganggap kehadiran wakil menteri justru kontraproduktif karena akan terjadi
tumpang tindih kewenangan dengan pejabat yang telah ada sebelumnya.
UU No. 39 Tahun
2008 tentang Kementerian
Negara, Pasal 7 menyatakan, Kementerian mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
UU tersebut memang memberikan peluang yang luas
kepada presiden untuk mengangkat wakil menteri. Pasal 10 menyatakan, bahwa dalam hal beban kerja yang
membutuhkan penanganan khusus,
Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Tetapi, di
dalam UU itu tidak jelas dijabarkan mengenai tugas wakil menteri, hanya
dijelaskan bahwa wakil menteri bertugas membantu menteri. Sedangkan dalam Pasal 11 menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian diatur dengan Peraturan
Presiden.
Seorang menteri memimpin sebuah departemen. Pemimpin departemen/menteri dibantu oleh sekretariat jenderal (sekjen) atau sekretariat kementerian (sekmen). Apakah tugas wakil menteri tidak akan bersinggungan dengan tugas sekjen atau
sekmen? Kemudian untuk
menjalankan tugas-tugas yang lebih khusus, seorang menteri juga dibantu oleh dirjen (direktorat jenderal) dan irjen (inspektorat
jenderal).
Rantai Panjang Birokrasi
Kriteria adanya beban
kerja yang membutuhkan penanganan
secara khusus, hanya presiden
yang tahu. Jika seorang menteri tidak berhasil menjalankan program, dia akan
dicopot dari jabatan. Apakah hal yang sama akan dialami juga oleh wakil menteri? Berapa anggaran negara yang
digunakan untuk membiayai pos wakil menteri.
Mengapa pemerintah, dalam hal ini presiden tidak memikirkan berapa banyak keuangan negara yang
dianggarkan untuk satu departemen, apabila memiliki wakil menteri sekaligus
juga memiliki sekjen atau sekmen yang sama-sama kedudukannya sebagai pembantu menteri.
Tapi yang jelas
penambahan wakil menteri berarti
menambah jenjang birokrasi kementerian. Tambahan jenjang ini akan berdampak
pada kinerja kementerian. Seorang dirjen tentu akan merasa bertanggung jawab
hanya kepada menterinya, bukan kepada wakil menteri. Wakil menteri juga hanya
bertanggung jawab terhadap menteri mengenai tugas yang diberikan atau diserahkan kepadanya.
Persoalannya, ketika tugas itu mesti
dijalankan bersama-sama dengan para dirjen dan jajarannya, akankah dapat
berjalan dengan baik? Tidakkah secra psikologis dirjen merasa “diatasi” oleh
wakil menterinya, padahal sesuai dengan petunjuk presiden, wakil menteri
kedudukannya setara dengan pejabat eselon IA. Bagaimana kerjasama dan senergitas
bisa dilakukan dalam keadaan seperti ini?
Selain
sangat mungkin terjadi tumpang tindih tugas, penambahan wakil menteri juga
dianggap juga sebagai pemborosan. Pemerintah
menolak anggapan ini karena wakil
menteri adalah pejabat karier yang berasal dari pegawai negeri sipil (PNS). Dalam
struktur organisasi, jabatan wakil menteri setingkat direktur jenderal,
sekretaris menteri dan deputi, yakni pejabat eselon 1A sehingga gaji pokoknya
sama. Namun wakil menteri mendapat tunjangan jabatan lebih besar karena
bertugas sebagai koordinator pejabat lainnya.
Gaji
wakil menteri juga tergantung masa kerja selama menjadi pegawai negeri sipil
(PNS). Dalam Peraturan Presiden No. 25/2010
tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS, golongan tertinggi di PNS adalah IV dengan
masa kerja di atas 18 tahun mendapatkan gaji pokok di atas Rp 3 juta dan untuk tunjangan jabatan eselon 1A
sekitar Rp 5,5 juta.
Eksistensi
Wakil Menteri
Koordinator
Investigasi dan Advokasi Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Seknas FITRA) Uchok Sky Khadafi mengaku tak tahu detail gaji wakil
menteri. Namun tak beda jauh dengan gaji menteri. "Total gaji menteri
sekitar Rp 18 juta per bulan, dari gaji pokok Rp 5 juta dan tunjangan Rp 13
juta," katanya (okezone.com,
5/11/2011).
Namun
di luar gaji para pejabat baik menteri dan wakil menteri mendapatkan anggaran
fasilitas. Uchok mencontohkan, di Kementerian Dalam Negeri, bisa menghabiskan
total pengeluaran Rp 14,3 miliar dalam setahun. Anggaran
itu terbagi atas, anggaran jamuan tamu menteri dan Sekjen Rp 613,4 juta. Lalu,
biaya operasional menteri Rp 1,2 miliar. "Data itu dari sumber kami dan
juga APBN 2010," kata Uchok.
Walaupun banyak kalangan
melihat akan terjadi hambatan yang
bakal terjadi pada birokrasi pemerintahan dengan hadirnya wakil menteri, namun
ada hal yang membuat masyarakat Indonesia lumayan optimis. Pertama, karena para
wakil menteri itu berasal dari orang-orang profesional, termasuk dari kalangan
akademisi. Ada optimisme mereka akan bisa bekerja dengan efektif dan efisien karena
merupakan ahli dalam bidangnya. Dengan kehadiran orang yang profesional di bidangnya,
diharapkan penanganan tugas pokok dan tugas yang diembankan oleh Presiden SBY kepada kementerian dapat
dilaksanakan dengan baik.
Kedua, para wakil menteri ada
baiknya diberikan tugas khusus dengan lebih banyak terjun ke lapangan, terutama ke daerah-daerah. Kehadiran mereka
ke daerah-daerah diharapkan akan dapat menyerap dan menghimpun masukan dari
masyarakat bawah untuk dipakai sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan
kementerian. Dengan demikian dapat dihindari adanya program-program pemerintah
yang kurang selaras/sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Masukan-masukan yang diperoleh oleh wakil menteri ini bisa menjadi bahan
berharga dalam menetapkan program pembangunan kementerian ke depan.
Permohonan uji
materi kepada MK terhadap eksistensi wakil menteri dalam Kabinet Indonesia
Bersatu II, di satu pihak menggugat terhadap kepatutan dan kepatuhan pemerintah
terhadap pelaksanaan UU. Tapi di sisi lain, jika permohonan tersebut
dikabulkan, maka yang akan terjadi justru stragnasi roda pemerintahan.
Pemerintahan hanya akan disibukkan terus-menerus dengan persoalan tata negara
dan administrasi negara. Pemerintahan SBY-Boediono hanya disibukkan oleh
persoalan kabinet. Kapan pula pemerintahan akan efektif bekerja? ***