THR, Kewajiban Pengusaha Hak Pekerja


THR, Kewajiban Pengusaha Hak Pekerja
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat dalam OPINI Harian Analisa Medan, 11 Agustus 2012

            Ada sebuah pabrik pembuatan lampu neon di sekitar tempat tinggal saya. Selama bertahun-tahun ada kebiasaan ganjil di perusahaan tersebut, biasanya 14 hari menjelang Lebaran semua pekerja dirumahkan. Mereka akan masuk bekerja kembali setelah Lebaran. Usut punya usut ternyata siasat seperti itu sengaja dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari kewajiban pemberian THR (Tunjangan Hari Raya) kepada para pekerjanya.

Modus seperti di atas memang kerap dilakukan banyak pabrik (terutama menengah ke bawah) yang banyak berdiri di pinggir-pinggir kota. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada tiga masalah yang selalu muncul dalam pembayaran THR tiap tahun.
Pertama, pengusaha selalu bersiasat memberhentikan pekerja dengan alasan alih daya (pekerja) dan alih kontrak sebelum waktu paling lambat pembayaran THR yang ditetapkan pemerintah (tujuh hari sebelum hari raya). Kasus pemberhentian sebelum H-7 ini kerap terjadi di sejumlah daerah. Untuk masalah ini, tidak banyak pekerja yang berani mengadu. Sebab, biasanya setelah dipecat mereka akan dipekerjakan lagi setelah hari raya. Kalau mengadu, pasti mereka tidak akan diangkat lagi.
Masalah kedua, pengusaha membayar THR hanya kepada pegawai tetap. Sementara, karyawan kontrak dan pekerja outsourching tidak mendapat THR. Masalah ketiga adalah perusahaan tidak membayar THR kepada karyawan yang masa kerjanya kurang dari satu tahun (Tempo, 5/8/2012).
Pemberian THR sebenarnya mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.04/1994.
Menjelang Idul Fitri sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan THR. Sebab, hal itu telah diatur dalam Permenaker No.04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Minimal 7 hari sebelum Lebaran, kewajiban tersebut harus sudah ditunaikan.
Pemberian THR merupakan hak pekerja secara penuh agar mereka bisa leluasa menyiapkan keperluan Lebaran sehingga kesejahteraan pekerja maupun keluarga dalam merayakan hari raya dapat terpenuhi. Bila ada perusahaan yang melanggar apalagi sampai tidak membayarkan THR, tentu akan terancam sanksi. Sanksi itu diatur dalam ketentuan Pasal 17 UU No.14/1969, hukumannya bisa pidana kurungan maupun denda.
Ketentuan THR
            THR wajib diberikan perusahaan, perorangan, maupun yayasan yang sifatnya mempekerjakan orang lain. Besar pemberiannya harus disesuaikan dengan masa kerja. Pekerja harus tahu apa hak dan kewajibannya dalam perusahaan. Selama tidak melanggar kontrak, peraturan, atau kesepakatan yang telah disepakati, maka pekerja wajib menuntut haknya. Ada anggapan umum, bahwa THR katanya hanya bisa diberikan jika telah bekerja selama 1 tahun (12 bulan) secara berturut-turut. Anggapan ini salah.
Menurut Permenaker No.04/1994 Pasal 2 disebutkan, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih. Besarnya THR ditetapkan sebagai berikut: (a) Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih mendapat THR sebesar 1 (satu) bulan upah; (b) pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja, yakni dengan perhitungan: masa kerja dibagi 12 dikalikan 1 bulan upah.
Pasal 4 menyebutkan, bahwa pemberian THR disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain. Pembayaran THR tersebut wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Bagi pekerja kontrak untuk waktu tertentu atau yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) berlaku Pasal 6. Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan berhak atas THR. Ketentuan ini tidak berlaku bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan. Dalam hal pekerja dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama pekerja yang bersangkutan belum mendapatkan THR.
Bagi pengusaha yang mengalami kemunduran/kerugian sehingga tidak mampu memberikan THR diberlakukan Pasal 7. Pengusaha yang karena kondisi perusahaannya tidak mampu membayar THR dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya jumlah THR kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Pengajuan permohonan tersebut harus diajukan paling lambat 2 bulan sebelum Hari Raya Keagamaan yang terdekat. Dirjen kemudian akan menetapkan besarnya jumlah THR, setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaaan keuangan perusahaan.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor SE.05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Imbauan Mudik Lebaran Bersama yang ditujukan kepada para Gubernur dan para Bupati serta Walikota di seluruh Indonesia. Surat Edaran itu meminta kepada para Gubernur/Bupati/Walikota untuk memperhatikan dan menegaskan kepada para pengusaha di wilayahnya agar segera melaksanakan pembayaran THR tepat waktu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.


Mengelola THR
            THR merupakan tambahan pendapatan yang diperoleh di luar gaji yang biasanya diberikan menjelang hari raya.  Tunjangan ini diberikan perusahaan  untuk  membantu pekerja karena pada masa lebaran pengeluarannya meningkat. Sebagai pekerja dengan pendapatan yang mungkin pas-pasan, THR harus dikelola dengan baik.
Jika telah menerima THR, tentu telah memikirkan beragam cara untuk membelanjakannya, tetapi jangan gegabah menghabiskannya begitu saja. Simaklah nasihat para ahli pengelola keuangan yang cukup bijak dalam mengelola THR. Pertama, buatlah rencana pengeluaran selama puasa dan Lebaran.
Kedua, pisahkan pengeluaran rutin bulanan dan pengeluaran hari raya. Ketiga, sadar kemampuan diri dengan jumlah nominal THR yang diperoleh. Keempat, hindari berutang pada bulan puasa se­­hingga ketika THR diperoleh harus dikeluarkan untuk melunasinya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengeluaran ini. Catat rencana semua pengeluaran secara detail seperti membeli makanan lebaran, biaya mudik, membeli oleh-oleh, pakaian baru dan lain sebagainya. Dari semua list tersebut, silakan urutkan skala prioritas dari yang paling perlu sampai yang tidak begitu perlu. Sesuaikan besarnya THR yang masih tersisa dengan pengeluaran berdasarkan list prioritas.
Biasanya menjelang hari raya, pusat perbelanjaan atau mall menawarkan berbagai macam diskon untuk semua produk. Jangan belanja barang walaupun diskon besar, kalau barang yang akan Anda beli itu baru keinginan, belum kebutuhan.  Bagi Anda yang mempunyai tradisi mudik, anggarkan biaya mudik ini dengan detail karena biasanya anggaran ini yang paling besar. Misalnya biaya transportasi, biaya beli oleh-oleh, dan biaya selama di kampung halaman. Hindari berhutang untuk menutupi kekurangan dana waktu lebaran. Sebaiknya mengerem pengeluaran yang tidak perlu, daripada harus memaksakan diri.
Ingat. THR sebenarnya bantuan dari perusahaan untuk membantu Anda menutup kebutuhan yang membengkak di luar pengeluaran rutin. Pada prinsipnya  uang THR hanya untuk kebutuhan hari raya saja, jadi pergunakan uang THR untuk hal-hal penting dan dibutuhkan untuk menutup kewajiban Anda di hari raya. Tanamkan pemikiran ini dalam benak Anda.
Untuk memudahkan pengelolaannya pakailah amplop untuk memisah masing-masing anggaran. Misalnya untuk anggaran mudik 1 amplop, anggaran belanja selama lebaran 1 amplop dan lain-lain. Dengan begitu, kita akan tahu anggaran dan pengeluaran masing-masing pos. Dan yang terpenting adalah Anda harus disiplin dalam mematuhi anggaran yang dibuat, supaya tidak  terjadi kebobolan di pos-pos tertentu (Tabloid Nova, 07/2011).  
Jika kewajiban perusahaan telah ditunaikan dan para pekerja pun dengan bergembira menerima sesuai haknya, itulah kondisi yang paling ideal. Kegembiraan ini tentu akan melahirkan kepuasan yang pada gilirannya dapat meningkatkan etos kerja dan produktivitas kerja yang lebih baik. Kita berharap perusahaan dapat memberikan THR tepat waktu dan para pekerja bisa menge­lolanya sebaik mungkin. Sehingga semua pihak dapat menyambut Lebaran dengan penuh kegembiraan, baik lahir maupun batin. ***