Menyoal
Donasi Melalui Media Sosial
Oleh : Fadil Abidin
Dimuat dalam Kolom OPINI Harian
Analisa Medan, 6 Mei 2017
Mantan
supir truk mengumpulkan sumbangan hingga Rp 1,2 miliar melalui media sosial.
Kok bisa? Dari berprofesi sebagai supir truk, kini Budi Utomo atau Cak Budi
kemudian dikenal sebagai aktivis sosial. Melalui akun instagram yang
menampilkan foto-foto aktivitasnya menyantuni para orang tua lanjut usia
(lansia) yang hidup miskin, mampu menarik perhatian para warga dunia maya
(netizen) untuk memberikan donasi.
Tak perlu waktu lama, Cak Budi pun eksis dan dan
terkenal di dunia maya. Ia mulai diundang menjadi narasumber, diwawancarai banyak
media, dan pernah tampil dalam acara Kick Andy di MetroTV. Melalui
acara tersebut Cak Budi kemudian dianjurkan menggalang donasi secara resmi lewat
situs donasi online (crowd funding)
terpopuler di Indonesia, Kitabisa.com, agar donasi yang diperoleh menjadi
transparan. Cak
Budi pun semakin banyak menerima donasi, yang hingga kini mencapai lebih dari
Rp 1,2 miliar.
Aksi penggalangan dana (fundraising)
dilakukan Cak Budi bersama istrinya kemudian dirundung masalah. Ada pihak-pihak
yang menyoal transparansi penyaluran donasi tersebut. Pasalnya, uang donasi
dari para donatur diduga disalahgunakan Cak Budi untuk kepentingan pribadi di
antaranya dipakai untuk membeli mobil Toyota
Fortuner dan smartphone Apple iPhone 7.
Kitabisa.com kemudian menegaskan bahwa Cak Budi dan istrinya tidak
menggunakan hasil penggalangan dana dari rekening
Kitabisa.com untuk
membeli mobil dan smartphone. Tapi dana donasi tersebut diambil melalui
rekening pribadi. Kasus ini pun menjadi ramai di dunia maya.
Cak Budi dalam klarifikasinya menyatakan bahwa pembelian kedua barang
tersebut untuk keperluan operasional dan dokumentasi ketika menyalurkan donasi.
Untuk mempertanggungjawabkannya, Cak Budi mengatakan akan menjual kedua barang
tersebut dan menyerahkan semua dana yang masih belum digunakan kepada lembaga
amal berskala nasional terpercaya, seperti Dompet Dhuafa atau Aksi Cepat
Tanggap. Cak Budi mengatakan akan melanjutkan kegiatan bakti sosial tanpa
melakukan pengumpulan donasi dari publik (Metrotvnews.com, 2/5/2017).
Kita berprasangka baik saja. Sesungguhnya niat Cak Budi hanya untuk
kegiatan amal dan berbagi kepada orang-orang yang memang benar-benar
membutuhkan. Hal ini telah dilakukannya selama bertahun-tahun dan tanpa pamrih.
Kemungkinan Cak Budi kurang paham dengan azas transparansi soal donasi yang
diterimanya sehingga mengundang tanya dan kecurigaan bagi banyak pihak.
Bangsa Sosial
Bangsa Indonesia memang bangsa yang
mudah tersentuh hatinya dan sangat mudah untuk menolong sesama. Ketika ada
bencana alam menimpa salah satu daerah, maka penggalangan donasi langsung
dilakukan. Semua pihak ikut berpartisipasi menggalang sumbangan, baik media
televisi, media cetak, media online, sekolah, yayasan, kampus, mahasiswa,
hingga rekening atas nama pribadi.
Di dunia maya atau di media sosial,
kerap pula dijumpai postingan foto atau video yang menarasikan bahwa orang
tersebut membutuhkan donasi, baik karena miskin, anak yatim piatu, sakit
menahun, terkena gusur, kecelakaan, dan sebagainya. Netizen pun kemudian
bersimpati dan langsung memberikan donasi.
Kita masih ingat kasus razia Ramadan
tahun lalu yang menyebabkan sang pemilik warung disita makanan jualannya oleh
satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Foto-foto wajah nenek yang memelas
tersebut kemudian tersebar di dunia maya. Simpati pun berdatangan, lewat sebuah
akun media sosial (medsos) terkumpul donasi yang jumlahnya ratusan juta rupiah.
Paling fenomenal tentu kasus Prita
yang divonis denda karena dianggap mencemarkan nama baik sebuah rumah sakit
melalui media sosial. Padahal Prita hanya mengeluh soal pelayanan rumah sakit
tersebut. Dan melalui medsos pula kasus ini menjadi riuh, dan timbul
solidaritas dari netizen dengan “koin untuk Prita”. Donasi pun terkumpul
melebihi jumlah vonis denda tersebut, yang kebanyakan adalah uang logam.
Kelebihan donasi pun disumbangkan ke lembaga-lembaga sosial.
Setiap
ada pembangunan rumah ibadah, masyarakat juga punya cara yang sama untuk
mengumpulkan donasi. Berbekal kotak di pinggir jalan atau bahkan di tengah
jalan, memakai jaring ikan, meminta keikhlasan para pengguna jalan untuk menyumbang.
Tapi sekarang cara pengumpulan sumbangan tersebut juga dilakukan melalui media
sosial. Tentu saja dengan postingan foto rumah ibadah yang sedang dibangun atau
dokumen lainnya agar meyakinkan para donatur.
Tapi
niat baik tersebut selalu mengundang penipuan. Uang adalah akar kejahatan. Tak
jarang pengumpulan donasi sosial melalui medsos ternyata hanya penipuan belaka.
Celakanya di dunia maya, banyak trik-trik bagaimana cara mengumpulkan donasi
lewat medsos. Trik bagaimana membuat akun palsu, foto rekayasa, narasi atau
testimoni palsu, nomor-nomor rekening untuk menghimpun donasi juga disebarkan.
Kita
pun sebagai netizen tidak tahu, apakah sebuah akun medsos benar-benar jujur
atau bohong. Terkadang foto atau video yang ditampilkan begitu meyakinkan,
ditambah lagi oleh narasi atau testimoni dari orang yang mengaku membutuhkan
bantuan tersebut. Apalagi ada keterangan jika akun tersebut telah di-like atau
di-follow ribuan orang, dan donasi yang telah terkumpul sekian juta. Banyak
netizen yang kemudian terkena jebakan “Betmen” ini. Uang pun masuk ke rekening
pemilik akun, tanpa pernah ada transparansi penyalurannya. Inilah yang patut
kita persoalkan.
Peraturan Hukum
Secara hukum,
banyak pengumpul sumbangan yang ada di tengah masyarakat tidak mengetahui ada
aturan hukum yang mengatur soal ini. Yaitu dalam UU No 9 Tahun 1961 tentang
Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Kebanyakan, kegiatan PUB yang digelar
masyarakat belum sesuai dengan UU.
Di samping
diatur oleh UU, PUB juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1980
tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan dan Kepmensos RI No 56/HUK/1996
tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat.
Pengumpulan
sumbangan oleh masyarakat, hanya dapat dilaksanakan oleh organisasi yang telah
mendapat izin dari pejabat berwenang. Syaratnya, organisasi harus punya akta
notaris dan AD/ART, serta punya kepanitiaan. Untuk mengumpulkan sumbangan,
terlebih dahulu harus mengantongi izin dari menteri sosial apabila lingkup
wilayahnya meliputi seluruh Indonesia.
Sebelum
mengajukan izin ke Menteri Sosial (mensos), harus ada rekomendasi dari gubernur
dan kepala dinas sosial (kadinsos) setempat. Apabila lingkup wilayah
pengumpulan sumbangan hanya di dalam provinsi atau beberapa kabupaten/kota, tak
perlu izin dari mensos. Cukup izin gubernur dengan rekomendasi kadinsos
kabupaten/kota setempat. Dan bila lingkupnya cuma di satu kabupaten/kota saja,
maka izinnya dimintakan kepada bupati/wali kota dengan rekomendasi kadinsos
setempat.
Dalam memohon
izin, harus memuat nama dan alamat organisasi pemohon, susunan keanggotaan pengurus/kepanitiaan,
maksud dan tujuan pelaksanaan PUB, jangka waktu pelaksanaan dan cara
penyelenggaraan, luas wilayah penyelenggaraan dan cara penyaluran sumbangan
yang telah dikumpulkan. Pengumpulan sumbangan harus dilaksanakan secara
terang-terangan dengan sukarela, tidak dengan paksaan, ancaman, kekerasan, atau
cara-cara yang dapat menimbulkan kegelisahan di masyarakat.
Pertanyaannya,
apakah akun-akun media sosial yang meminta donasi di dunia maya telah memenuhi
persyaratan tersebut? Selama ini pemberian donasi dari para netizen kepada
akun-akun medsos tersebut hanya bersifat pribadi, karena ikut simpati, ikut
bersedih, solidaritas, karena pengaruh keagamaan, ingin membantu, dan
sebagainya. Mereka tak pernah mempersoalkan masalah izin atau legalitas.
Jika terjadi
tindak penipuan dengan memanfaatkan medsos, maka yang berlaku adalah UU ITE.
Karena hal ini berkaitan dengan transaksi elektronik dan pemuatan informasi
atau konten yang manipulatif untuk menghimpun donasi. Tapi seharusnya, siapa
pun yang bermaksud menghimpun donasi dari masyarakat, baik secara konvensional
maupun melalui media sosial seharusnya tetap patuh dengan peraturan hukum yang
ada.
Pemerintah
juga diminta agar tidak mempersulit izin penghimpunan donasi oleh masyarakat
yang tujuannya memang mulia untuk membantu sesama. Terapkan juga sistem online
untuk pendaftaran dan perizinan, demikian juga dengan transparansi
penyalurannya kepada yang berhak. Berikan tanda verifikasi resmi kepada situs online
atau akun-akun media sosial yang memang telah mempunyai izin untuk menghimpun
donasi dari masyarakat. ***