Keluarga sebagai Basis
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Oleh : Fadil Abidin
Setiap 29 Juni diperingati sebagai
Hari Keluarga Nasional (Harganas), karena pada tanggal inilah dimulai Program
Gerakan Keluarga Berencana (KB) tahun 1970. Presiden Soeharto yang mencanangkannya
menjadi Hari Keluarga pada tahun 1993.
Mengapa program KB begitu penting digalakkan oleh pemerinah?
Dalam sebuah seminar yang digelar oleh
Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan di Kantor Depsos Jakarta,
pertambahan penduduk dipandang sebagai sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.
Bahkan tema seminar berjudul “Ledakan
Penduduk: Bom Bunuh Diri?” (Kompas, 6/8/2009). Maksudnya adalah ledakan
penduduk dipandang lebih berbahaya daripada ledakan bom teroris, karena
menyentuh berbagai aspek seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan
kualitas sumber daya manusia (SDM).
Menurut wikipedia.org, jumlah penduduk Indonesia berada di peringkat
ke-4 dunia, dengan urutan sebagai berikut : Republik Rakyat
Cina (1.306.313.812 jiwa), India (1.103.600.000 jiwa), Amerika Serikat
(298.186.698 jiwa), Indonesia (241.973.879 jiwa), Brasil (186.112.794 jiwa),
Pakistan (162.419.946 jiwa), Bangladesh (144.319.628 jiwa), Rusia (143.420.309
jiwa), Nigeria (128.771.988 jiwa), dan Jepang (127.417.244 jiwa).
Jumlah
penduduk miskin di Indonesia sekitar 40 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin ini melebihi jumlah
penduduk Malaysia 28,2 juta jiwa. Sedangkan bila dibandingkan dengan Singapura,
maka jumlah penduduk miskin Indonesia itu setara dengan delapan kali jumlah
penduduk Singapura yang hanya 4,9 juta jiwa.
Rata-rata tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih berada di kisaran
yang sangat rendah, yaitu baru tingkat pertama SMP. Ukuran pendidikan pada
tingkat populasi dengan ukuran rata-rata lamanya sekolah usia 15 tahun ke atas
baru mencapai 7,2 tahun. Jadi, artinya penduduk Indonesia rata-rata
berpendidikan baru kelas 1 SMP.
Badan Dunia untuk Program Pembangunan (UNDP) menempatkan
Indonesia pada urutan ke-111 dari 182 negara dalam perkembangan indeks
pembangunan manusia (human development index/HDI). Peringkat tersebut lebih rendah di banding
kebanyakan negara lain di Asia Tenggara. Singapura di ranking 23, Brunei
Darussalam ranking 30, Malaysia ranking 66,
Thailand ranking 86, dan Filipina ranking 105.
Sementara pendapatan perkapita penduduk Indonesia berada di
peringkat 158 dari 228 negara dan teritori di seluruh dunia. Pendapatan
perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan
perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara
dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita sering digunakan
sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara, semakin
besar pendapatan perkapitanya, maka semakin makmur negara tersebut.
Ranking pendapatan
perkapita tahun 2008 ditempati oleh Qatar $ 80.900, Luxemburg $ 80.500, Bermuda
$ 69.900, Malta $ 53.400, Norwegia $ 53.000, Brunei $ 51.000, Singapura $ 49.700,
Siprus $ 46.900, Amerika Serikat $ 45.800. Sementara Indonesia berada di
peringkat 158 dengan pendapatan perkapita $ 3.700, sedangkan yang terendah
ditempati oleh Kongo dengan $ 300. Kualitas kehidupan manusia dalam suatu
negara diukur dari besarnya pendapatan nasional bruto (GDP) dan daya beli
masyarakat yang dinyatakan dalam dolar. Di samping itu juga dipengaruhi oleh
ekspektasi hidup, tingkat kelahiran dan tingkat kemelekan huruf.
Daya saing Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan
dengan negara lainnya di dunia bahkan di Asia Tenggara. Berdasarkan data dari
Global Competitiveness Report, Indonesia berada di peringkat 55. Jauh di bawah
Singapura, Malaysia, Cina dan Thailand. Singapura berada di peringkat ke-5
sementara Malaysia di peringkat 21 di tahun 2008.
Membaca data-data di atas, sebagai bangsa Indonesia kita
patut prihatin. Jumlah penduduk Indonesia atau kuantitasnya ternyata berbanding
terbalik dengan kualitas sumber daya manusianya. Dalam segala hal yang
menyangkut kualitas kita selalu berada di peringkat terbawah. Tapi ironisnya,
ketika menyangkut hal-hal yang buruk, negara ini selalu berada di peringkat
teratas, misalnya tentang persepsi korupsi, pencemaran lingkungan, tingkat
perusakan hutan dan sebagainya.
Masalah
Kependudukan
Masalah
kependudukan selalu mendapat perhatian pemerintah karena masalah ini merupakan
salah satu bidang yang sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan. Penduduk
mempunyai fungsi ganda yang sangat strategis, yaitu sebagai obyek dan sekaligus
sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek, penduduk dengan segala permasalahannya
menjadi sasaran yang dibangun, dibina dan dikembangkan. Sedangkan sebagai
subyek, penduduk dengan segala potensi yang dimilikinya merupakan sumber daya
dalam pelaksanaan pembangunan.
Mengingat strategisnya
fungsi ganda penduduk tersebut, maka pemerintah menegaskan bahwa kebijakan
kependudukan diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk sebagai pelaku utama
dan sasaran pembangunan nasional agar memiliki semangat kerja, budi pekerti
luhur, penuh dengan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pengelolaan kependudukan juga bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, keterampilan, derajat kesehatan dan
kesejahteraan dan menciptakan lapangan kerja, serta pemerataan pembangunan dan
pendapatan.
Optimalisasi
fungsi keluarga, disadari atau tidak merupakan upaya yang sangat strategis
dalam membangun keluarga sejahtera dan menciptakan SDM yang berkualitas. Karena
dengan optimalisasi fungsi keluarga, sebenarnya keluarga telah diberdayakan
dari banyak sisi dalam kelangsungan hidupnya. Sehingga jika sebelumnya upaya
mewujudkan SDM yang berkualitas selalu terhambat oleh kelemahan keluarga dalam
aspek-aspek tertentu, kekurangannya telah dapat diatasi dengan upaya
optimalisasi ini.
Membangun SDM
yang berkualitas artinya disamping memiliki kemampuan teknis, pengetahuan dan
kemampuan bersaing yang cukup, memang tidaklah sederhana. Banyak pihak yang
harus terlibat sehingga upaya pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka membangun
SDM yang berkualitas harus dilakukan secara terpadu dan terencana.
Keluarga
Keluarga adalah lembaga paling kecil di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lingkungan keluarga, orang tua, anak,
dan keluarga terdekat merupakan tempat berseminya kasih sayang, sikap dan
perilaku hormat-menghormati, tumbuhnya nilai-nilai moral, agama, dan
kemanusiaan, tempat berlangsungnya interaksi yang harmonis dalam suasana saling
asih, saling asuh dan saling asah.
Kita sedih dan merenung kapan keluarga Indonesia akan bisa disebut sebagai
keluarga yang bahagia dan sejahtera kalau kualitas yang dicita-citakan tidak
kunjung membaik seperti kita saksikan sampai hari ini. Dari sekitar 50-an juta
keluarga Indonesia, separuhnya atau lebih dipimpin oleh kepala keluarga dengan
kemampuan terbatas karena tidak mampu tamat dari SD atau mengenyam jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Ada baiknya Harganas dijadikan momentum untuk mencari terobosan membangun
keluarga berkualitas. Salah satu terobosan yang mungkin dapat dipertimbangkan
adalah menolong sekitar 10 - 15 juta anak-anak usia SLTP hingga SLTA yang
sedang tidak sekolah, karena dalam waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan
mereka akan membentuk keluarganya sendiri. Terobosan itu adalah dengan
memperkenalkan pendidikan pemberdayaan keluarga agar dapat difahami
fungsi-fungsi utama keluarga, utamanya pendidikan keagamaan, cinta tanah air,
cinta pada keluarga dan pemeliharaan lingkungan yang damai, pendidikan
reproduksi, dan pembekalan secara bertahap untuk mempersiapkan diri membangun
keluarga mandiri dalam bidang ekonomi.
Dalam tataran ideal, terbentuknya keluarga yang dibangun atas nilai-nilai
agama seperti yang kita saksikan dalam setiap momen pernikahan, akan dapat
melahirkan generasi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Keluarga
dijadikan sebagai rujukan dan semangat dalam membangun moralitas dari para
anggotanya, sekaligus dijadikan basis bagi pengembangan SDM yang memiliki keunggulan
yang dapat diandalkan.
Pembenahan kualitas SDM ini memang bukan pekerjaan mudah.
Waktu yang dibutuhkan juga tidak akan sebentar. Banyak yang harus dibenahi,
tetapi kita harus optimistis karena SDM adalah kunci utama. Kalau sistemnya
bagus tetapi SDM-nya jelek percuma. Tetapi kalau SDM-nya bagus walaupun
sistemnya kurang bagus bisa lebih baik.
Pendidikan di Indonesia memang tidak memberikan ruang untuk
kemandirian serta kreativitas siswa. Metode yang digunakan selama ini hanya
mengandalkan memori atau daya ingat siswa semata. Matematika hanya menghafalkan
rumus, seharusnya memecahkan rumus. Bahasa hanya menghafalkan grammar,
semestinya conversation. Akibatnya hampir tidak terlihat kegunaan dari
pendidikan ini dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, orientasi
pendidikan harus segera diubah. Sebab pendidikan selama ini hanya mementingkan
produk, bukan proses yang sebenarnya jauh lebih penting.
Karena itu ada berbagai syarat yang harus dikembangkan untuk memberi bekal
yang cukup terhadap upaya pembangunan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Salah satu syarat agar keluarga itu bisa bahagia dan sejahtera adalah bahwa
setiap keluarga yang ada harus ditingkatkan menjadi keluarga berkualitas yang
mandiri.
Menjadi kewajiban setiap keluarga untuk mengembangkan budaya belajar
sepanjang hayat agar proses pembekalan pendidikan yang diperoleh dari insitusi
sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan dapat betul-betul mengakar dan
diteruskan dengan sempurna agar menjadi bekal dan landasan untuk mengangkat
derajat dan martabat keluarga dan bangsanya.
Setiap keluarga harus bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk
memberdayakan dirinya karena akhirnya harus bisa memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat dan lingkungan. Karena itu proses
sosialisasi dan pendidikan menjadi bagian yang sangat penting untuk menciptakan
kehidupan yang penuh keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antar anggota
dan antara keluarga dan masyarakat dalam lingkungan sosial budaya yang damai dan
lestari. ***